Kudus (ANTARA) - Banyak daerah dan komunitas dihadapkan pada permasalahan sampah karena mereka belum bisa menanganinya dengan tuntas, terutama sampah rumah tangga. Akibatnya, muncul kekumuhan dan bau di lingkungan sekitar.
Keluhan kadang muncul ketika sampah rumah tangga belum diambil petugas sesuai jadwal. Padahal, sampah organik menguarkan bau menyengat sehingga menyulut gunjingan warga sekitar.
Permasalahan sampah yang tidak terambil secara rutin sesuai jadwal, mengakibatkan terjadinya penumpukan. Di sisi sama, truk pengangkut sampah ke tempat-tempat penampungan sementara tidak mampu mengambil seluruhnya karena jadwalnya harus bergiliran dengan tempat lain.
Mengetahui permasalahan sampah yang sering menimbulkan kepanikan itu, muncul kesadaran seorang ibu empat anak dari Desa Prambatan Lor, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Chamdawati untuk turut membantu menyelesaikannya.
Chamdawati saat ditemui ANTARA di kediamannya, saat itu tengah sibuk menata sampah plastik yang baru saja dicuci dan kering setelah dijemur di bawah terik sinar Matahari. Di dekatnya juga tampak berjajar aneka kerajinan dari sampah plastik yang sudah jadi dan siap jual.
Tampak pula anyaman dari plastik yang memanjang dalam jumlah banyak, yang nantinya siap dibuat tas maupun kerajinan lain yang layak jual.
Di tengah kesibukannya, perempuan 55 tahun itu bercerita keinginannya terjun membantu mengurai permasalahan itu dengan menekuni kerajinan dari bahan sampah.
Baginya, betapa penting mengubah kebiasaan dalam mengelola sampah secara bijak, dimulai dari memilah sampah di lingkungan rumah maupun tempat kerja.
Dengan langkah sederhana tersebut, dia ingin mengajak warga sekitar mengubah pola pikir menuju praktik reduce, reuse, recycle dalam kesehariannya.
Tekadnya itu mempertemukan dirinya dengan berbagai pihak, mulai dari pejabat Pemerintah hingga ibu-ibu rumah tangga yang masih satu frekuensi peduli terhadap lingkungan dan penanganan sampah.
Ia juga berhimpun dengan ibu-ibu rumah tangga yang juga memiliki hobi serupa dan tergabung dalam komunitas peduli lingkungan membuat aneka kerajinan dari bahan sampah rumah tangga yang tidak terpakai.
Interaksi dengan berbagai pihak itu akhirnya membuat Chamdawati makin meningkatkan pemahamannya soal pengelolaan sampah, termasuk hasil berbagi dengan para pegiat lingkungan yang dijumpai.
Kepeduliannya terhadap sampah ditandai dengan bergabungnya ke dalam anggota Bank Sampah Madya Kusuma Desa Prambatan Lor, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus, sekitar tahun 2019.
Ia termasuk anggota berusia paling tua karena lainnya merupakan anak muda, yang sebagian besar tergabung dalam Karang Taruna Desa Prambatan Lor.
Setelah mendapatkan ilmu selama lebih dari 1 tahun, ia memberanikan diri membentuk bank sampah di tingkat Rukun Warga (RW) 3 Desa Prambatan Lor.
Karena anggotanya baru seorang diri, ia lalu mengajak para tetangga bergabung menjadi anggota Bank Sampah RW 3.
Tanpa kenal malu dan lelah, dari pintu ke pintu ia mengetuk pintu hati warga di RW 3 yang jumlahnya mencapai seratusan keluarga untuk bersedia menjadi anggota bank sampah.
Cita-citanya, warga terbiasa memilah sampah sebagai bentuk dukungan terhadap Pemerintah untuk mengurangi timbulan sampah. Salah satunya dengan memilah sampah nonorganik yang masih bisa dimanfaatkan kembali menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi.
Chamdawati sendiri sudah membuktikan berkat sampah plastik bekas bungkus aneka makanan dan minuman serta detergen, semuanya bisa disulap menjadi aneka kerajinan unik bernilai seni tinggi dan bisa laku dengan harga mahal.
Produk kerajinan yang sudah dihasilkan, yakni dompet perempuan, tas mini, tas penatu, vas bunga, tempat serbaguna, tempat tisu, gantungan kunci, bros, hingga tikar.
Berkat hasil kerja kerasnya itu, akhirnya banyak ibu rumah tangga bergabung menjadi anggota bank sampah.
Keuntungan menjadi anggota bank sampah, warga mendapatkan tabungan yang bisa diambil dalam jangka waktu tertentu sesuai jumlah tabungan yang terkumpul. Selain itu, warga juga turut membantu Pemerintah mengurangi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjungrejog, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, yang mengalami kelebihan tumpukan sampah.
Tahap awal, ia harus rela memilah sampah yang disetorkan ibu-ibu rumah tangga karena tidak ingin menyinggung perasaan warga yang sudah bersedia menyetorkan sampahnya.
Mayoritas warga hanya sekadar menyetorkan sampah yang tidak terpilah. Lalu sampah plastik dikumpulkan dengan berbahan kertas.
Setelah berjalan agak lama, ia mulai memberikan edukasi pentingnya memilah sampah berbahan plastik dengan kertas. Bahkan, sampah kertas juga harus dipisahkan kembali, antara kertas HVS dengan kertas sampul maupun kertas dari dus bekas.
Hasil dari edukasi yang tidak kenal lelah itu, akhirnya saat ini anggota Bank Sampah RW 3 sudah autopilot melakukan pilah sampah sehingga yang disetorkan juga sudah terpilah.
Tabungan sampah menjadi tabungan uang, turut memicu warga lain yang tidak peduli ikut bergabung dan memilah sampah dari rumah untuk disetorkan ke bank sampah.
Nasabahnya pun kini semakin gemuk karena tercatat sudah ada 60 orang yang setiap pekan berbondong-bondong ke tempat bank sampah untuk menyetorkan sampah rumah tangga.
Dari puluhan nasabah tersebut, tercatat sudah ada yang berhasil mengumpulkan tabungan senilai Rp400 ribu dari sampah yang selama ini mereka buang percuma dan tidak bernilai sama sekali.
Sampah yang disetorkan juga makin beragam. Dari awalnya hanya sampah plastik dan kertas, berkembang hingga ke barang-barang bekas. Di antaranya kulkas, barang elektronik, mainan berbahan plastik yang tidak terpakai, kaleng, botol kaca, karton, styrofoam, serta perabot rumah tangga lain yang juga tidak terpakai tapi bernilai jual.
Mayoritas sampah yang terkumpul dijual kembali kepada pengepul yang sudah menjadi mitra Bank Sampah RT 3 Prambatan Lor. Adapun plastik bekas bungkus makanan, minuman renceng, serta bungkus detergen dibeli sendiri untuk diolah menjadi aneka kerajinan unik.
Hasil kerajinan yang dibuat sudah mencapai puluhan bahkan bisa seratusan lebih. Di sela-sela menjaga toko kelontongnya, ia masih bisa membuat aneka kerajinan yang bernilai jual tinggi.
Sampah plastik yang terkumpul, dicuci bersih dan dijemur di bawah terik Matahari. Kemudian dipotong sesuai ukuran dan jenis plastiknya agar saat dibuat kerajinan memiliki ukuran dan motif yang sama.
Harga jual kerajinan berbahan plastik sampah tersebut, mulai dari Rp1.500 per buah hingga mencapai Rp1,5 juta. Rekor harga jual termahal saat ini masih dipegang produk tikar berukuran 2x1,5 meter.
Untuk membuat tikar selebar itu, dibutuhkan sekitar 10.000 plastik bekas bungkus minuman renceng. Adapun pengerjaannya membutuhkan waktu hingga 2 bulan. Untuk membuat tas cantik yang layak dipakai ibu rumah tangga atau wanita karier untuk bekerja, membutuhkan waktu 3 hari dengan kebutuhan bahan sekitar 400-an bungkus bekas kopi.
Kurangi timbulan sampah
Hasil kerja kerasnya mengetuk kesadaran ibu-ibu RW 3, kelompok itu bisa mengurangi timbulan sampah hingga puluhan persen.
Masing-masing keluarga rata-rata membuang sampah hingga 3,5 kilogram per hari. Namun, berkat kepedulian warga memilah sampah, akhirnya yang dibuang saat ini hanya sampah organik sisa memasak.
Ihwal sampah organik yang juga memiliki nilai ekonomi, saat ini juga tengah dipikirkan cara pengelolaannya. Bila berhasil, warga bisa mengurangi timbulan sampah hingga nol sampah. Jadi, tak ada lagi limbah yang terbuang ke TPA Tanjungrejo seluas 5,25 hektare dan sejak tahun 1983 hingga sekarang belum pernah ada perluasan.
Ia mengakui warganya yang memiliki usaha jasa katering memang ada yang diajak kerja sama dengan Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF) dengan menyetorkan sampah organik untuk diolah menjadi pupuk.
Bank Sampah di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, Kudus, diakuinya juga mendapatkan dukungan yayasan itu sehingga tidak hanya mengolah sampah plastik menjadi aneka kerajinan bernilai jual, tetapi mereka juga bisa mengolah sampah organik menjadi pupuk.
"Cita-cita kami ke depan juga sama, bisa mengikuti jejaknya Bank Sampah Desa Gondangmanis memiliki sarana dan prasarana pendukung sehingga sampah yang terbuang ke TPA benar-benar sampah yang tidak bisa dimanfaatkan sama sekali," ungkap Chamdawati.
Tidak hanya berjuang di lingkungan keluarga, ia juga mulai menawarkan pelatihan membuat aneka kerajinan dari bahan sampah plastik secara gratis kepada generasi muda, termasuk memberikan edukasi kepada siswa sekolah dasar (SD).
Chmadawati terlihat tidak kenal lelah mempersiapkan sampah yang sudah dicuci dan terpotong rapi dan dikelompokkan sesuai jenis dan motif bungkusnya sebagai bahan edukasi kepada siswa cara membuat aneka kerajinan.
Kabupaten Kudus tentu membutuhkan lebih banyak lagi pejuang sampah seperti Chamdawati, agar tumpukan sampah di TPA Tanjungrejo bisa dikurangi secara drastis.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024