Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Norwegia, Espen Barth Eide, pada Rabu (27/11), menyambut baik perjanjian gencatan senjata yang disepakati antara Israel dan Lebanon pekan ini, dan menyerukan agar perundingan gencatan senjata antara Israel dan Hamas segera dimulai, sebagaimana dinyatakan Xinhua, Kamis.
Kabinet keamanan Israel pada Selasa malam (26/11) waktu setempat menyetujui kesepakatan gencatan senjata dengan Lebanon, membuka jalan untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama hampir 14 bulan, yang menurut otoritas kesehatan Lebanon telah menyebabkan 3.823 orang tewas dan 15.859 lainnya luka-luka di Lebanon.
Gencatan senjata itu akan mulai berlaku pada Rabu pukul 04.00 waktu setempat (09.00 WIB), dan selama 60 hari ke depan, militer Lebanon akan kembali memegang kendali atas wilayahnya, sementara Israel akan menarik diri secara bertahap, dan warga sipil akan pulang ke rumah mereka masing-masing.
"Pertempuran telah menyebabkan kematian, penderitaan manusia, dan kehancuran yang luar biasa ... Situasi kemanusiaan di Lebanon sangat menantang, dengan lebih dari 1,2 juta warga mengungsi dari rumah mereka. Saya berharap perjanjian ini akan memungkinkan para pengungsi di Lebanon dan Israel untuk pulang ke rumah mereka," ujar Eide dalam pernyataan.
"Saat ini sangat krusial untuk memulai perundingan yang berarti terkait gencatan senjata antara Israel dan Hamas, guna memastikan masyarakat Gaza akan menerima bantuan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan nyawa, dan menjamin pembebasan para sandera," kata menlu Norwegia tersebut.
Sementara itu, pemerintah Belanda juga menyambut baik kesepakatan gencatan tersebut pada Rabu.
"Penting bagi semua pihak untuk berkomitmen terkait hal itu saat ini, agar situasi dapat mereda dan warga dari kedua sisi perbatasan dapat pulang ke rumah dengan selamat," tutur Perdana Menteri Beland, Dick Schoof, dalam platform media sosial X.
Pada Selasa, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, merilis pernyataan bersama yang mengumumkan tercapainya kesepakatan tersebut.
Di platform media sosial yang sama, Menlu Belanda, Caspar Veldkamp, mengatakan, perjanjian itu merupakan "langkah penting untuk mengakhiri pertempuran dan deeskalasi regional. Penting bagi semua pihak untuk berkomitmen terhadap gencatan senjata itu demi tercapainya keamanan, stabilitas, dan perdamaian yang langgeng."
Kementerian Luar Negeri Slovenia menuturkan bahwa gencatan senjata itu merupakan sebuah "langkah krusial" untuk mencapai stabilitas regional.
"Hal ini menunjukkan bahwa dengan tekad dan komitmen, perdamaian dapat terwujud. Semoga hal ini juga dapat menginspirasi upaya-upaya di Gaza," urai kementerian tersebut dalam akunnya di platform media sosial X.
Kementerian itu menekankan bahwa penting untuk menghormati kedaulatan Lebanon, dan menerapkan resolusi 1701 Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diadopsi pada 2006, yang menyerukan penghentian pertempuran secara penuh antara Israel dan kelompok politik Lebanon Hizbullah.
Kementerian Luar Negeri Slovenia juga menekankan perlunya mendukung Pasukan Sementara PBB di Lebanon (United Nations Interim Force in Lebanon/UNIFIL) dan angkatan bersenjata Lebanon.
Pada Selasa, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Biden merilis pernyataan bersama yang mengumumkan tercapainya kesepakatan tersebut
"Pengumuman ini akan menciptakan kondisi (yang mendukung) untuk memulihkan ketenangan yang berkelanjutan dan memungkinkan penduduk di kedua negara untuk pulang dengan selamat ke rumah mereka di kedua sisi Garis Biru," menurut pernyataan itu.
"AS dan Prancis akan bekerja sama dengan Israel dan Lebanon untuk memastikan skema ini diimplementasikan dan ditegakkan sepenuhnya, dan tetap bertekad untuk mencegah konflik ini berkembang menjadi siklus kekerasan lainnya," kata kedua presiden tersebut.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2024