Pemerintah dan DPR perlu juga membahas isu-isu yang bukan hanya kepentingan partai politik. Misalnya, isu pembenahan proses rekrutmen partai politik, penggunaan media sosial dalam kampanye, afirmasi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam

Jakarta (ANTARA) - Pengamat sekaligus Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) Arfianto Purbolaksono mengatakan bahwa evaluasi waktu penyelenggaraan pilkada dan pemilu di tahun yang sama perlu dilakukan.

Ia menjelaskan bahwa penyelenggara pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), perlu mempertimbangkan pelaksanaan pilkada pada tahun yang sama dengan pemilu, karena penyelenggaraan pada tahun yang sama tersebut mempengaruhi sosialisasi pilkada.

“Sosialisasi pilkada tidak semasif Pemilu 2024. Hal tersebut tentunya harus dievaluasi. Saya melihat bahwa dengan jadwal kegiatan KPU RI hingga KPU Daerah yang sangat padat pada Pemilu 2024 membuat persiapan pilkada kurang optimal, terutama terkait dengan sosialisasi pemilih,” kata Arfianto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Komisi II DPR RI awasi Pilkada yang suara antarkandidat selisih tipis

Selain itu, dia mengatakan bahwa peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan pilkada calon tunggal melawan kotak kosong perlu menjadi perhatian khusus ke depannya.

“Oleh karena itu, revisi aturan pilkada diperlukan untuk memastikan bahwa demokrasi lokal berjalan dengan baik, bukan hanya menjadi ritual belaka,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa revisi aturan pilkada dapat dilakukan melalui omnibus law politik yang meliputi Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Partai Politik.

Baca juga: Anggota DPR minta pihak kalah pilkada berlapang dada atau tempuh hukum

Walaupun demikian, dia mengingatkan agar revisi tersebut bukan sebatas mengenai kepentingan partai politik saja, melainkan untuk penyelenggara dan masyarakat sebagai pemilih.

“Pemerintah dan DPR perlu juga membahas isu-isu yang bukan hanya kepentingan partai politik. Misalnya, isu pembenahan proses rekrutmen partai politik, penggunaan media sosial dalam kampanye, afirmasi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam pemilu, biaya kampanye, laporan pelanggaran kampanye, pengawasan partisipatif, dan lain-lain,” jelasnya.

Ia mengharapkan omnibus law politik tersebut dapat menjadi pintu masuk untuk memperbaiki kualitas pemilihan, dan mencegah pengulangan permasalahan dalam kontestasi-kontestasi sebelumnya.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024