Jakarta (ANTARA) - Sektor pertanian, termasuk pangan di dalamnya, merupakan pilar fundamental untuk menciptakan resiliensi ekonomi sekaligus menjadi landasan mengejar target tinggi perekonomian.

Berkelindan di tengah tantangan perubahan iklim dan krisis pangan global, sektor pertanian menjadi kunci untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani, dan mendorong pembangunan wilayah yang merupakan penggerak inklusivitas.

Indonesia pernah menikmati kontribusi signifikan dari sektor pertanian ketika berjaya mencapai swasembada pangan pada 1984. Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas yang dipaparkan dalam Seminar Proyeksi Ekonomi dari lembaga kajian Indef pada 21 November 2024, saat itu lebih dari seperlima perekonomian Indonesia mampu ditopang oleh sektor pertanian yakni hingga 22,7 persen.

Sayangnya, kontribusi itu jauh menurun pada 2010 yang menyusut menjadi 13,6 persen, dan 2023 yang semakin terpangkas menjadi 12,5 persen.

Padahal di banyak negara berkembang, sektor pertanian penting untuk menggerakkan roda ekonomi karena menjamin ketersediaan makanan, menjangkar stabilitas ekonomi, dan mengurangi kemiskinan. Menurut data Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO), sektor pangan berbasis pertanian menyerap lebih dari 30 persen tenaga kerja global.

Dalam rantai pasok ekonomi di Indonesia, pengolahan, distribusi, dan pemasaran produk pangan terbukti menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Per Februari 2024, tenaga kerja sektor pertanian mencapai 40,72 juta dari total tenaga kerja Indonesia saat ini sebanyak 142,18 juta orang.

Karena itu, Presiden RI Prabowo Subianto menetapkan salah satu fokus pembangunannya pada swasembada pangan. Dalam konteks ekonomi makro, swasembada pangan diharapkan berkontribusi signifikan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.

Sebagai negara agraris dan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia, Prabowo juga menekankan bahwa kemampuan ketersediaan dan kesiapan pangan ataupun kedaulatan pangan berkelanjutan penting untuk menghadapi tantangan ekonomi global.

Pada 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk swasembada pangan sebesar Rp139,4 triliun. Instrumen fiskal yang dilipatgandakan itu hasil penyesuaian beberapa anggaran infrastruktur agar fokus pada pencapaian swasembada pangan dan energi.

Total anggaran swasembada pangan akan dibagi kepada beberapa kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Gizi Nasional, BUMN Pangan dan lainnya.

Anggaran penyediaan pupuk dialokasikan sebesar Rp44 triliun yang diserahkan kepada BUMN Pangan, kemudian dana desa untuk ketahanan pangan sebesar Rp16,25 triliun, dana untuk cetak sawah Rp15 triliun, dan untuk program Badan Gizi Nasional Rp71 triliun.

Anggaran jumbo itu, di antaranya, akan digunakan untuk intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian seperti penambahan luas tanam hingga 483.563 hektare, penambahan luas tanam melalui optimasi lahan seluas 351.017 hektare pada 2024 dan 500.000 hektare pada 2025 serta pompanisasi seluas 1.000.000 hektare. Kemudian terdapat juga dukungan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, ameliorant, alat dan mesin pertanian, petani dan penggarap sawah, teknologi IPHA.

Pemerintah juga akan menerapkan ekstensifikasi lahan di antaranya dengan penambahan luas sawah melalui pencetakan sawah seluas 99.760 hektare di daerah layanan irigasi yang sudah terbangun serta seluas 5.956 hektare di daerah yang akan dibangun jaringan irigasi, pencetakan sawah baru seluas 500.000 hektare di lokasi lain, serta dukungan sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida, ameliorant, alat dan mesin pertanian, petani dan penggarap sawah).

Dengan upaya multifaset untuk mencapai swasembada pangan itu, diharapkan timbul efek pengganda yang signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sasaran stimulus ekonomi yang dihasilkan dari sektor pertanian itu pun berfokus pada masyarakat menengah ke bawah.

Pemerintah juga menggelontorkan anggaran yang besar untuk program pangan lainnya yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp71 triliun pada 2025. Kesukseskan MBG tersebut turut dipengaruhi berjalannya program swasembada pangan. Pemerintah menyasar 82 juta masyarakat target penerima MBG pada 2024-2029. Dengan sasaran itu,​kebutuhan dapur untuk melayani program MBG diperkirakan sebanyak 48 ribu dapur/unit layanan dan kebutuhan karbohidrat dan protein sebesar 12,7 juta ton per tahun.
Hal itu akan menstimulasi konsumsi masyarakat dan menggerakkan bisnis di berbagai sektor hulu dan hilir sehingga turut menggerakkan roda perekonomian.


Brigade Pangan

Kontribusi besar sektor pertanian mesti terus dikelola agar memberikan tata kelola baru sehingga multifaset berkah pangan dapat berkelanjutan. Seiring dengan meningkatnya populasi di dunia, kebutuhan sistem pangan yang berkelanjutan kian mendesak.

Karena itu, generasi penerus pertanian harus diciptakan. Generasi muda petani ini yang akan menentukan inovasi dan teknologi pertanian sehingga dapat mencapai swasembada dan ketahanan pangan.

Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng TNI dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk membentuk Brigade Swasembada Pangan yang berada di 12 provinsi dan 85 kabupaten di seluruh Indonesia. Program Brigade Pangan difokuskan untuk membantu optimasi lahan (oplah) dan cetak sawah dengan dibekali anggaran sekitar Rp30 triliun.

Hingga akhir November 2024, sebanyak 23 ribu orang berminat mendaftar dalam program ini. Program pangan ini juga akan menciptakan efek pengganda ekonomi karena membuka lapangan kerja yang luas.

Satu Brigade akan terdiri dari 15 orang akan mengelola lahan seluas 200 hektare yang akan ditanami komoditas padi. Secara total, lahan yang akan digarap seluas 1,3 juta hektare di 12 provinsi di Indonesia.

Sementara soal perhitungan profit, petani atau masyarakat pemilik lahan (mitra) yang bergabung dalam program ini akan diberlakukan sistem bagi hasil sebesar 30 persen bagi pemilik lahan dan 70 persen oleh pengolah lahan atau milenial yang menjadi sasaran program ini.

Pemerintah juga tengah mengatasi sejumlah masalah yang selama ini menghambat produktivitas pangan. Misalnya, tersendatnya penyaluran pupuk subsidi untuk petani. Dalam beberapa tahun terakhir, masalah pupuk subsidi ini menjadi salah satu faktor produktivitas pertanian yang belum sesuai harapan.

Pemerintah akan merancang agar penyaluran pupuk bersubsidi nantinya hanya membutuhkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian (Mentan) untuk diteruskan ke BUMN PT Pupuk Indonesia. Setelahnya, Pupuk Indonesia menyalurkan ke kios atau gabungan kelompok tani (Gapoktan).

Jumlah pupuk subsidi juga tak lagi ditetapkan dalam bentuk anggaran, tetapi berdasarkan kuota atau volume. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 249 Tahun 2024, Pemerintah telah menetapkan alokasi subsidi pupuk menjadi 9,55 juta ton. Adapun alokasi subsidi tersebut ditujukan kepada empat jenis, yaitu Urea, NPK, NPK Formula Khusus, dan yang terbaru adalah pupuk organik. Jumlah anggaran yang digelontorkan untuk pupuk subsidi tersebut ditetapkan Rp49,9 triliun.

Pada akhirnya, efek pengganda dari sektor pangan diharapkan tepat sasaran agar dapat mengungkit laju konsumsi dan daya beli masyarakat. Sudah selayaknya Indonesia memperbaiki trajektori pertumbuhan ekonomi dengan mengoptimalkan potensi sumber daya lokal sebagai negara agraris.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024