Jakarta (ANTARA News) - Pemblokiran akun Twitter Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah memaksa kelompok militan garis keras ini beralih ke platform media sosial kurang dikenal namun menomorsatukan privasi seperti Diaspora.
Diapora pula yang mereka gunakan untuk menyebarkan video pembunuhan wartawan Amerika Serikat James Foley oleh mereka, lapor BBC.com.
Sejak ISIS mencapai serangkaian kemajuan militer di Irak pada Juni lalu, untaian daftar akun Twitter yang dikaitkan dengan kelompok militan ini telah dimatikan, terutama setelah sukses besar mereka dalam ofensif media sosial.
Tekanan pada Twitter mengencang pekan lalu selaras dengan memuncaknya tekanan internasional kepada kelompok militan tersebut, ketika akun-akun pendukung ISIS diblokir hampir beberapa saat setelah akun-akun itu diluncurkan.
Tak bisa melawan Twitter, ISIS lalu meluncurkan serangkaian akun Diaspora untuk mengabarkan berita-berita dari daerah-daerah yang mereka kuasai di Irak dan Suriah.
Tetapi dalam waktu beberapa jam setelah video James Foley dirilis, akun-akun Diaspora mereka dimatikan sehingga membuat kelompok militan ini tidak punya outlet media sosial resmi.
Kendati ada tekanan terhadap operasi medianya, ISIS selalu sangat mampu tegar dan beradaptasi. Selain mencari platform media sosial alternatif, ISIS juga mengandalkan para pendukungnya untuk menyebarluaskan propagandanya melalui Twitter, YouTube dan media sosial lainnya.
ISIS mulai menoleh Diaspora sekitar sebulan lalu, dengan membuat akun-akun untuk sayap pusat media mereka, al-Itisam, dan pusat media multi bahasa mereka, Pusat Media al-Hayat, setelah mereka digusur dari Twitter.
Hampir dalam waktu bersamaan, ISIS meluncurkan akun-akun pada dua platform media sosial lainnya --Friendica dan Quitter-- yang keduanya juga menjunjung privasi atau kerahasian dan perlindungan data yang lebih tinggi dibandingkan dengan Twitter.
Tetapi akun-akun ISIS pada dua platform media sosial ini segera ambruk mengalami nasib sama dengan akun-akun Twitter mereka, sedangkan keberadaan mereka di Diaspora bertahan hampir sebulan sebelum video Foley memaksa situs jejaring sosial ini mematikannya.
Diaspora adalah jejaring sosial online terdesentralisasi itu diciptakan oleh empat mahasiswa New York pada 2010. Jejaring media sosial ini mengandalkan pada para penggunanya dalam membentuk komunitas-komunitas pada server-server mereka atau pod-pod dengan menggunakan software Diaspora.
Konsekuensinya, media sosial itu tidak beroperasi melalui sebuah situs web sentral namun melalui serangkaian situs saling terkoneksi yang anggota-anggotanya bisa berinteraksi dengan akun-akun pada pod-pod lainnya. ISIS memilih membuat shop (gerai) pada salah satu dari pod-pod paling aktif yang hostingnya di AS.
Ditutupnya akun Twitter dan Diaspora yang selama ini menjadi tempat ISIS untuk mempublikasikan material-material berita mereka secara langsung, menjadi pukulan hebat bagi grup ini. Tapi itu mungkin hanya sementara dan tidak mencegah ISIS dalam menyebarluaskan pesan-pesan mereka.
Kelompok militan ini memiliki ribuan pendukung di Twitter yang aktif memperkuat pesannya, dengan mengandalkan perang dukungan dan perang psikologis.
Selama Piala Dunia 2014 di Brasil misalnya, mereka membajak hashtag sepak bola populer untuk memperluas jangkauan pesan ISIS.
Kampanye terakhir mereka, khususnya dalam Bahasa Inggris, mengejek Barar --kadang kala dengan satire atau humor mengenaskan (black humour) dan foto-foto menakutkan-- yang mengingatkan bahwa mengirimkan senjata ke Kurdi malah akan jatuh ke tangan ISIS, demikian BBC.com.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014