Perusahaan perlu meningkatkan transparansi pengelolaan limbah dan melaporkan secara rutin kepada instansi terkait

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta merevisi Permen LHK No 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan.

Ketua Dewan Pakar Pusaka Kalam Prof Yanto Santosa dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, menilai revisi ini diperlukan agar para pelaku usaha dapat memanfaatkan limbah sawit untuk diaplikasikan ke lahan perkebunan.

Berbagai penelitian, tambahnya, menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) berpeluang memberikan manfaat untuk lingkungan, agronomi maupun ekonomi.

"Itu sebabnya perlu adanya perubahan paradigma dari menganggap LCPKS sebagai sampah berbahaya yang harus dibuang menjadi sumberdaya yang memiliki multi manfaat," katanya.

Namun, menurut dia, penanganan LCPKS selama ini masih terkendala berapa hal seperti kurangnya pemahaman tentang multimanfaat LCPKS, padahal memiliki potensi manfaat agronomis, ekonomi, dan lingkungan yang besar.

Kemudian, pembuangan LCPKS walaupun dengan BOD kurang dari 100 mg/lt secara langsung ke badan sungai akan sangat berbahaya karena masih mengandung unsur hara.

"Unsur hara antara lain kalium, phospat dan ammonium yang dapat berubah menjadi amoniak pada pH tinggi sehingga menyebabkan kematian biota, yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan eutrofikasi," katanya.

Selain itu, kandungan hara kalium dan fospat yang merupakan komponen utama/makro pupuk ikut terbuang menyebabkan eutrofikasi, pencemaran air, dan hilangnya jutaan ton nutrisi (seperti kalium dan fosfat) setiap tahun.

Yanto menyatakan Permen LHK 5/2021 merupakan turunan dari PP No 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dengan disahkannya Permen LHK 5/2021, secara otomatis mencabut peraturan sebelumnya yakni Kepmen LH No 28 Tahun 2003 tentang Pedoman Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari Industri Minyak Sawit pada Tanah di PKS, serta Kepmen LH No 29 Tahun 2003 tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah Minyak di PKS.

Dengan dicabutnya Kepmen LH 28/2003 dan 29/2003 oleh Permen LHK 5/2021, tambahnya, menyebabkan tidak adanya baku mutu teknis pemanfaatan LCPKS untuk aplikasi tanah (land application).

"Permen LHK No 5/2021 belum mengatur secara detail prosedur, standar baku mutu, serta waktu pengurusan persetujuan teknis (pertek) dan surat kelayakan operasional (SLO)," kata dia.

Menurut dia, penerapan land application (LA) sangat penting dan bermanfaat dengan terus mempertimbangkan dosis dan frekwensi optimal, jenis tanah, faktor cuaca, redox dan parameter lainnya sesuai karakteristik masing-masing lokasi kebun kelapa sawit.

Oleh karena itu, menurut Yanto, pemerintah perlu mempercepat revisi regulasi yang mendukung dan mempermudah pengelolaan/pemanfaatan LCPKS secara optimal dan berkelanjutan dengan melibatkan pihak-pihak terkait seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan perusahaan.

"Perusahaan perlu meningkatkan transparansi pengelolaan limbah dan melaporkan secara rutin kepada instansi terkait," ujarnya.

Selain itu, tambahnya, perlu penelitian dan inovasi teknologi pengolahan dan atau pemanfaatan LCPKS sehingga memiliki nilai tambah ekonomis optimal dengan pengurangan emisi GRK maksimal sehingga menjamin keberlanjutan.

"Perlu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran atas manfaat dan risiko LCPKS dari aspek lingkungan, agronomi, dan ekonomi," katanya.

Baca juga: KLH siapkan peningkatan baku mutu industri sawit tidak miliki kebun
Baca juga: KLH siapkan peraturan terkait pemanfaatan metana limbah sawit
Baca juga: TEA: Pemanfaatan limbah sawit untuk bioetanol lebih ramah lingkungan

Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024