Beijing (ANTARA) - Pemerintah China meminta Amerika Serikat (AS) tidak meragukan niatnya dalam pemberantasan peredaran fentanil setelah pernyataan Donald Trump yang menyebut akan mengenakan tarif tambahan 10 persen atas produk Tiongkok terkait dengan perdagangan ilegal narkoba.

"Kami berharap AS tidak akan menganggap remeh niat baik China dan akan berupaya memastikan bahwa dinamika positif yang telah susah payah dicapai akan tetap ada dalam kerja sama antinarkoba," demikian disampaikan dalam laman Kementerian Luar Negeri China pada Selasa (26/11) yang dikutip ANTARA di Beijing.

Hal tersebut terkait dengan pernyataan Presiden terpilih AS Donald Trump di media sosial yang mengatakan bahwa ia "sudah banyak bicara dengan China tentang sejumlah besar obat-obatan terlarang, khususnya fentanil, yang dikirim ke AS—tetapi tidak ada hasilnya... dan obat-obatan terlarang mengalir ke negara kita,".

AS pun disebut akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen kepada China untuk semua impor China pada hari pertama Trump menjabat yaitu 20 Januari 2025.

Selain China, Trump mengatakan juga akan menetapkan tarif tinggi atas produk impor asal Kanada dan Meksiko yaitu sebesar 25 persen sebagai
bentuk "hukuman" terhadap perdagangan ilegal narkoba, khususnya fentanil dan imigran gelap.

"China adalah salah satu negara paling keras di dunia dalam pemberantasan narkoba baik dalam hal kebijakan maupun implementasinya. Fentanil adalah masalah bagi AS," demikian ditulis dalam pernyataan tersebut.

Atas dasar kemanusiaan, China disebut telah memberikan dukungan kepada tanggapan AS terhadap masalah tersebut.

"Sejak awal 2019, China secara resmi menjadwalkan semua zat terkait fentanyl dan menjadi negara pertama di dunia yang melakukannya. China telah melakukan kerja sama pemberantasan narkotika yang ekstensif dan mendalam dengan AS, yang sangat produktif, ini adalah fakta yang jelas untuk dilihat semua orang," ungkapnya.

China pun tetap siap untuk melanjutkan kerja sama pemberantasan narkotika dengan AS atas dasar kesetaraan, saling menguntungkan, dan saling menghormati.

Dalam pernyataannya, Trump menuding Beijing tidak mengambil tindakan cukup tegas untuk menghentikan aliran narkoba ke AS dari Meksiko.

Jika China tak bisa menghentikan narkoba, tarif tambahan sebesar 10 persen akan diberikan pada semua produk yang masuk ke AS, lanjut Trump.

China sebelumnya sudah berjanji akan membendung ekspor barang-barang yang terkait dengan produksi opioid fentanil, penyebab utama overdosis obat di AS.

Fentanil awalnya diresepkan dokter untuk meredakan rasa sakit. Namun kemudian, fetanil menyebabkan epidemi kecanduan di AS dengan kasus overdosis yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya.

Selama beberapa tahun terakhir, AS menyebut China sumber utama bahan kimia prekursor (bahan dasar) yang kemudian disintesis menjadi fentanil oleh kartel narkoba di Meksiko. China berulang kali menyangkal tuduhan AS ini.

Kerja sama AS-China dalam pemberantasan narkotika diawali dari pertemuan puncak Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping pada 15 November 2023.

Setelah pertemuan itu, AS mengurangi penyitaan bahan-bahan kimia terlarang yang dapat digunakan untuk membuat fentanil di bandara-bandara AS sedangkan China menutup satu perusahaan, memblokade beberapa pembayaran internasional, dan kembali berbagi informasi mengenai pengiriman dan perdagangan manusia.

Kolaborasi AS dan China soal pemberantasan penyalahgunaan fentanil berawal pada 2018 saat Trump mendorong China untuk menindak pengiriman fentanil jadi dan beberapa prekursornya.

Akibatnya, lebih banyak produksi fentanil dipindahkan ke Meksiko tapi sebagian besar bahan baku masih berasal dari China.

Namun, pada April 2023 AS menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah perusahaan China atas tuduhan memasok bahan kimia bahan baku pembuatan fentanil.

Setelah Biden bertemu Xi, kerja sama pun kembali berjalan dan China berjanji memperketat kontrol terhadap tiga bahan kimia yang penting untuk membuat fentanil.

China dan AS bahkan sudah meluncurkan penyelidikan bersama terhadap narkoba, yang sebelumnya jarang terjadi.

Baca juga: Menlu AS: Fentanil masih jadi pembunuh utama generasi muda Amerika
Baca juga: Pakar sebut balita jadi korban tak terduga dari krisis fentanil di AS

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024