"Oleh karenanya, ada tiga moral standing (kedudukan moral) yang harus menjadi pijakan dalam menangani permasalahan narkoba,"
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol. Marthinus Hukom menegaskan bahwa penanggulangan permasalahan narkotika merupakan bagian dari Misi Astacita Presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya, kata dia, penyalahgunaan narkotika masih menjadi masalah serius di Indonesia. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023 terdapat sekitar 3,3 juta penyalahguna narkotika di kelompok usia 15–64 tahun, dengan angka prevalensi mencapai 1,73 persen.
"Oleh karenanya, ada tiga moral standing (kedudukan moral) yang harus menjadi pijakan dalam menangani permasalahan narkoba," kata Marthinus dalam diskusi di Bogor, Jawa Barat, Senin (25/11), seperti dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Ia membeberkan, ketiga moral standing tersebut, yakni pertama, memandang kejahatan narkoba sebagai ancaman kemanusiaan dan peradaban manusia, seiring dengan tingginya angka penyalahguna narkotika.
Kedua, melakukan tindakan represif terhadap jaringan sindikat narkotika. Dia mengatakan penegakan hukum harus menyasar jaringan narkoba secara menyeluruh, bukan hanya pelaku pada tingkat pengguna (pecandu narkoba).
Kemudian ketiga, yaitu sikap humanis terhadap pengguna narkotika. Menurutnya, para penegak hukum harus mulai mengubah paradigma bahwa pengguna (pecandu) narkoba merupakan korban yang membutuhkan rehabilitasi medis dan sosial, bukan dijadikan tahanan semata.
Hal tersebut, sambung Marthinus, diperkuat dengan kondisi penuhnya lembaga pemasyarakatan yang didominasi oleh pelaku tindak kejahatan narkotika.
"Karena mereka korban, maka penangkapan yang dilakukan hanya membuat mereka semakin menjadi korban. Mereka sakit dan membutuhkan intervensi medis dan sosial,” tuturnya.
Selain itu, Kepala BNN juga menyoroti sejumlah kelemahan dalam implementasi Undang-Undang (UU) tentang Narkotika. Dia mengungkap adanya beberapa pasal yang dijadikan alat transaksional, terutama terkait rehabilitasi.
Untuk itu, dirinya menilai revisi UU Narkotika menjadi kebutuhan mendesak.
Mencoba membenahi berbagai masalah tersebut, dia menjelaskan selama periode Januari hingga Oktober 2024, BNN telah melaksanakan asesmen terhadap 8.677 tersangka melalui proses Tim Asesmen Terpadu (TAT).
Dari jumlah itu, sebanyak 5.596 kasus direkomendasikan untuk menjalani rehabilitasi, baik secara rawat inap maupun rawat jalan.
Namun, Marthinus berpendapat pelaksanaan rekomendasi tersebut masih menghadapi tantangan, termasuk adanya disparitas dalam putusan pemidanaan di beberapa kasus.
Maka dari itu, secara garis besar diskusi bertajuk Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Bersama No. 1 Tahun 2014 Guna Mewujudkan Sinergi Penanganan Tindak Pidana Narkoba tersebut dilakukan untuk mengevaluasi implementasi Peraturan Bersama Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi.
Dalam diskusi, para penegak hukum yang memiliki peran strategis dalam upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) di Indonesia berupaya menyusun solusi atas tantangan pelaksanaan kebijakan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan, serta mendorong pengembangan pendekatan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika.
Baca juga: BNN sebut kenaikan IKR 2024 cerminan peningkatan layanan rehabilitasi
Baca juga: Kepala BNN: Belum ada indikasi pemain judi daring jadi pemakai narkoba
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024