Jakarta (ANTARA) - Dokter anak ahli tumbuh kembang pediatri sosial​ Prof. DR. dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) mengatakan zat besi merupakan salah satu mikronutrien yang penting untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak sehingga perlu diperhatikan kecukupannya.

“Keseimbangan zat besi positif sekitar 1 mg asupan zat besi per hari. Karena sekitar 10 persen zat besi makanan diserap, 8-10 mg zat besi makanan harus dikonsumsi setiap hari,” kata dokter dari Fakultas Kedokteran (FK) UI itu di Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, Rini menjelaskan bahwa zat besi merupakan nutrien yang diperlukan untuk menjalankan berbagai proses enzimatik tubuh seperti pembentukan hormon, metabolisme seluler, hingga sintesis DNA.

Zat besi dalam tubuh juga dapat bermanfaat untuk proses transpor oksigen. Kemudian yang tak kalah penting, zat besi juga berperan dalam perkembangan dan pembentukan saraf pusat.

Baca juga: Dokter: Cegah anemia pada ibu hamil dengan makanan kaya zat besi

“Program tubuh kita yang mengendalikan sebenarnya otak. Otak itu terbentuk sejak kehamilan trimester pertama. Jadi, kalau calon pengantin anemia dan selanjutnya hamil, zat besinya masih kurang, dia (ibu hamil) tidak bisa membantu pertumbuhan sel-sel ke otak pada masa janin,” kata Rini.

Menurut dia, anemia defisiensi besi (ADB) merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi. Kondisi ADB berpotensi menghambat pertumbuhan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial anak.

"Jika tidak ditangani secara tepat, dampaknya dapat menjadi permanen. Hal ini dapat terjadi karena zat besi tidak hanya penting untuk membawa oksigen dalam darah, tetapi juga memiliki peran krusial dalam sistem kekebalan tubuh," ujarnya.

Rini mengatakan, salah satu faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan ADB pada anak di Indonesia adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi.

Baca juga: Bidan perlu rekomendasikan skrining anemia setiap trimester kehamilan

Faktor risiko lainnya, yaitu tidak ada pedoman atau peraturan untuk skrining rutin status zat besi, terutama pada anak sehingga perlu intervensi dari bidan sebagai pelayan kesehatan dasar untuk ibu dan anak.

Menurut dia, pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) penting dilakukan mulai usia 2 tahun dan selanjutnya setiap tahun sampai usia remaja. Apabila ditemukan anemia, maka perlu dicari penyebabnya dan jika perlu dirujuk.

“Kalau anak sudah mengalami ADB, pasti cadangan besinya kurang. Ini bisa mempengaruhi hormon pertumbuhan. Adapun hormon pertumbuhan berkaitan dengan penambahan tinggi badan. Jadi kalau ada anak perawakan pendek, jangan lupa kita cek apakah Hb-nya normal dan kalau bisa menilai juga cadangan besinya karena zat besi mempengaruhi hormon-hormon pertumbuhan dalam tubuh,” kata Rini.

Baca juga: Anemia bisa pengaruhi perkembangan otak anak sampai usia 5 tahun

Selain mengupayakan skrining defisiensi besi sejak dini, kata dia, nutrisi dengan fortifikasi zat besi sebagai pendamping ASI, dapat membantu memenuhi kebutuhan zat besi, sehingga mengurangi risiko anemia pada anak.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024