Sesuai dengan PMK Nomor 5/PMK.010/2020 dinyatakan bahwa semua buku (baik cetak maupun digital) adalah buku pelajaran umum yang bebas PPN.
Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan semua buku dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN), kecuali buku yang melanggar hukum yang berlaku.

“Sesuai dengan PMK Nomor 5/PMK.010/2020 dinyatakan bahwa semua buku (baik cetak maupun digital) adalah buku pelajaran umum yang bebas PPN,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, di Jakarta, Selasa.

Dia melanjutkan ketentuan itu tidak berlaku untuk buku yang mengandung unsur yang bertentangan dengan Pancasila; suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA); pornografi, dan lain-lain.

Adapun untuk mengategorikan suatu buku mengandung unsur-unsur tersebut, perlu melalui proses pengadilan.

“Pembuktian tentang kandungan unsur tersebut harus melalui putusan pengadilan. Dengan demikian, sepanjang tidak ada putusan pengadilan, semua buku bebas PPN,” kata Dwi.

Dalam Pasal 1 PMK 5/2020, buku didefinisikan sebagai karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala.

Sementara Pasal 2 merinci impor dan/atau penyerahan buku yang dibebaskan dari pengenaan PPN mencakup buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama.

Salah satu definisi buku pelajaran umum dalam aturan tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017, dengan buku pendidikan adalah buku yang digunakan dalam pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus.

Definisi lain buku pelajaran umum adalah buku umum yang mengandung unsur pendidikan. PMK 5/2020 menjelaskan buku umum yang mengandung unsur pendidikan yang berhak menerima fasilitas pembebasan PPN adalah buku yang tidak bertentangan dengan Pancasila; diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antargolongan (SARA); serta mengandung pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian.

Sebelumnya, dalam PMK 122/2013, buku seperti buku hiburan, musik, roman populer, sulap, iklan, promosi suatu usaha, katalog di luar keperluan pendidikan, karikatur, horoskop, horor, komik, dan reproduksi lukisan tidak termasuk dalam buku pelajaran umum. Namun, aturan ini gugur setelah penerbitan PMK 5/2020.
Baca juga: Menkeu akan investigasi pajak buku impor pameran Big Bad Wolf
Baca juga: Sandiaga berkomitmen hapus pajak buku yang memberatkan masyarakat

Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024