Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengingatkan soal etika dan konsekuensi pemanfaatan kecerdasan buatan atau AI dalam proses pembelajaran.

Stella menerangkan pemanfaatan AI, termasuk Chat GPT dalam kegiatan belajar mengajar, baik di tingkat satuan pendidikan sekolah maupun perguruan tinggi haruslah mengedepankan konsekuensi dari pemanfaatan AI tanpa etika.

“Etika itu kalau hanya bilang harus begini harus begitu tidak akan berjalan. Jadi sangat penting sekali tenaga pendidik harus bisa memperlihatkan dan meyakinkan konsekuensi-konsekuensi dari kalau penggunaan AI yang tidak menganut etika,” ujar Stella dalam kegiatan Demo Day Perempuan Inovasi di Jakarta Selatan pada Selasa.

Salah satu konsekuensi menggunakan AI tanpa etika itu ialah ketidakmampuan dalam membedakan kualitas setiap karya karena tumpulnya kepekaan dan daya kritis pengguna akibat terlalu bergantung sepenuhnya pada AI.

Ketidakpekaan tersebut berakibat pada konsekuensi yang kedua, yaitu ketidakmampuan memproduksi hasil karya sendiri bagi siapapun yang ketergantungan terhadap penggunaan AI.

“Dosen pun kalau tidak mengedepankan etika AI lambat laun akan menerima konsekuensinya juga, seperti tidak bisa membuat soal sendiri atau menulis tulisan akademik karena bergantung dengan Chat GPT,” imbuhnya.

Adapun konsekuensi yang ketiga adalah ketidakmampuan dalam menentukan batas penggunaan AI itu sendiri sehingga pada gilirannya AI justru mengambil alih kehidupan si pengguna.

“Jadi sekali lagi penekanan aspek etika itu bukan harus begini, harus begitu, tetapi kalau tidak dilakukan itu ada konsekuensinya. Ini yang sangat penting,” ujarnya.

Baca juga: Wamendiktisaintek tekankan efisiensi pemanfaatan AI untuk pembelajaran

Baca juga: Para guru di berbagai daerah gunakan AI untuk asah nalar kritis siswa

Baca juga: Pendapat Guru Besar UI tentang Chat GPT di lingkungan akademik

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024