Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama M Maftuh Basyuni menyatakan setuju jika pemerintah mengundang sejumlah ulama di dunia seperti ulama besar (mufti) Mesir, Arab Saudi dan lain-lain untuk menjelaskan mengenai kemungkinan penyatuan awal Ramadhan, awal Syawal, dan awal Dzulhijjah bagi umat Islam di seluruh dunia. "Penyatuan ini menunjukan Islam tidak dibatasi oleh sekat-sekat kenegaraan dan kewilayahan," katanya dalam acara buka puasa bersama Wapres dengan sejumlah tokoh MUI dan ormas Islam dan menteri kabinet di Kediaman Wapres, Jakarta, Sabtu malam. Pernyataan menteri agama itu dilontarkan menanggapi usulan mantan Menteri Agama Quraish Shihab agar pemerintah menundang ulama atau mufti dari negara Timur Tengah untuk membahas masalah tersebut. Indonesia dinilai memungkinkan menjadi pelopor untuk penyatuan tersebut karena memiliki jumlah umat Islam yang terbesar di dunia. Jika disetujui, kata Menag, pemerintah atas nama Presiden atau Wapres akan mengundang mufti Mesir dan ulama besar lainnya untuk berdiskusi dan memberikan pencerahan terhadap permasalahan tersebut. Namun demikian untuk penetapan awal Syawal (lebaran) 1427 H, pemerintah tetap akan memutuskan dalam sidang isbath penetapan awal Syawal yang akan dilaksanakan Minggu (22/10) malam di kantor Departemen Agama. "Kalau nanti ada perbedaan saya harap ini bukan awal dari percekcokkan," katanya. Muhammdiyah telah menetapkan 1 Syawal 1427 H jatuh pada hari Senin (23/10) yang didasarkan pada sistem Hisab, sedangkan NU dan Pemerintah yang menggunakan sistem Ru`yah atau melihat bulan baru akan menentukannya pada Minggu (22/10). Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa MUI KH Ma`ruf Amin mengatakan, ide penyatuan tersebut cukup baik, namun yang menjadi kendala adalah Indonesia masih menganut adanya perbedaan "matla" atau kewilayahan dalam lingkup NKRI. "Jadi jika di suatu daerah bulan baru (hilal) masih berada di bawah ufuk, maka belum bisa dinyatakan berlangsung Lebaran untuk keesokan harinya," katanya. Namun demikian, ia berpendapat, ide penyatuan tersebut masih harus didiskusikan secara seksama oleh para ahli dan ulama. Yang jelas, katanya, sampai saat ini pemerintah masih menggunakan fatwa MUI tahun 2003 bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah dilakukan dengan mengacu pada sistem hisab dan Ru`yah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006