riset terbaru dari Kementerian Kesehatan pada 2021, sebanyak 70 persen air minum di ibukota provinsi itu tercemar oleh tinja
Bandarlampung (ANTARA) - Kehidupan makhluk hidup termasuk manusia tidak terlepas dari keberadaan air, namun yang paling utama adalah air bersih yang menyehatkan dan bebas dari pencemaran. Demikian juga soal sanitasi, tentu tidak terlepas dari suplai air bersih itu.
Keberadaan air bersih dan sanitasi juga sudah menjadi gaya hidup manusia modern sehingga setiap daerah akan berusaha untuk menyediakan air bersih kalau bisa sampai layak minum. Dan menyediakan sarana sanitasi di setiap rumah tangga dan perkantoran.
Saat ini masih banyak masyarakat walaupun tinggal di perkotaan namun abai terhadap air yang bersih dan sanitasi lingkungan, sehingga bisa mengancam kesehatan mereka.
Salah satu organisasi pemuda akar rumput di Lampung yang gencar mengkampanyekan hal itu adalah komunitas Youth Sanitation Concern yang fokus membumikan isu air, kebersihan dan sanitasi, sekaligus mempraktikkannya di tengah masyarakat.
Keterlibatan para generasi muda dalam mengedukasi masyarakat untuk lebih peduli akan menjaga air dari pencemaran, serta dampak yang timbul dari pencemaran air akibat sanitasi buruk seperti membuang hajat di sungai, dan laut. Hingga pengelolaan jamban serta septik tank yang tidak layak di permukiman penduduk itu tidak terlepas dari dorongan sang koordinator.
Koordinator dan sekaligus menjadi salah satu inisiator terbentuknya komunitas itu ialah seorang wanita yang sebenarnya bukan putri asli Lampung melainkan seorang kelahiran Bandung, namun kecintaannya terhadap perbaikan keadaan di Provinsi Lampung sangatlah besar.
Dan ia pun bukanlah seorang lulusan sarjana lingkungan melainkan sarjana dari jurusan jurnalistik komunikasi di salah satu universitas negeri di daerah kelahirannya.
Iffah Rachmi
Di usianya yang genap berusia 36 tahun di 2024 ini, wanita yang dikenal sebagai Iffah dan memiliki nama panjang Iffah Rachmi itu berhasil makin memperluas peran pemuda-pemudi di Sai Bumi Ruwa Jurai untuk melakukan praktik baik dalam mengatasi beragam permasalahan sanitasi serta air bersih.
Hingga pencapaian terbesar gerakan organisasi pemuda itu mampu dilirik dunia internasional, dan ia mewakili para pemuda dalam organisasi akar rumput itu mendapatkan penghargaan prestisius tingkat internasional Kyoto World Water Grand Prize 2024 dalam pelaksanaan forum air sedunia yang dilaksanakan di Bali di Mei 2024 silam.
Water sanitation hygiene (WASH) di Provinsi Lampung sebenarnya baru ramai diperbincangkan pada 2015-2016 silam.
Namun bila menelisik lebih dalam, isu tersebut telah tersemat dalam berbagai program kesehatan lingkungan di puskesmas-puskesmas, namun memang masyarakat masih belum bisa memahami esensi penting dan dampak krusial yang ditimbulkan dari pencemaran air serta sanitasi yang buruk.
Permasalahan kesehatan berupa stunting, perekonomian yang terganggu, pendidikan tidak maksimal hingga regenerasi generasi selanjutnya yang terganggu. Menjadi contoh atas dampak yang ditimbulkan dari sebuah tinja yang mencemari air dan terbentuk atas prilaku buruk individu yang enggan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Di Kota Bandarlampung saja, berdasarkan riset terbaru dari Kementerian Kesehatan pada 2021, sebanyak 70 persen air minum di ibukota provinsi itu tercemar oleh tinja.
Riset terbaru di Kota Metro hal yang sama terjadi akibat rembesan tanki septik yang tidak kedap serta letaknya terlalu dekat dengan sumber air terutama di permukiman padat penduduk.
Dengan permasalahan yang ada itu, membuat dirinya bersama para pemuda yang tergabung dalam Youth Sanitation Concern memulai praktik baik untuk membumikan isu sumber daya air berkelanjutan serta sanitasi secara luas ke masyarakat, melalui pendekatan komunikasi perilaku.
Proyek inisiasi pertama para pemuda Lampung itu di mulai dari salah satu slum area atau daerah padat penduduk di Kota Bandarlampung tepatnya di Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Teluk Betung Selatan.
Dengan jumlah warga di satu rukun tetangga (RT) sekitar 500 orang dengan 101 kepala keluarga, itu, sebenarnya memiliki sarana mandi cuci kakus (MCK) komunal yang terbangun sejak 2009, namun keadaannya rusak parah. Sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar di laut kembali dilakukan.
Dengan kondisi saat itu pandemi COVID-19 masih berlangsung, para pemuda di bawah koordinator Iffah berupaya membangun kepercayaan serta meningkatkan partisipasi masyarakat, agar mau belajar tidak membuang air besar di sungai serta laut.
Perbaiki MCK Komunal
Langkah mengubah prilaku masyarakat itu dimulai dengan pendekatan ke pemuda setempat, lalu mencoba memperbaiki MCK komunal yang rusak dengan mengajari mereka membuat desain agar MCK komunal bisa berkelanjutan tidak rusak, mencari pendanaan serta mengidentifikasi kerusakan serta permasalahan tidak adanya sumber air bersih bagi masyarakat membuang hajat dan mandi.
Dengan adanya kebiasaan buang air besar yang masih berlangsung dan menjadi hal lumrah, sempat membuat masyarakat enggan untuk berpartisipasi.
Ditambah lagi adanya stigma anak muda tidak akan membantu membuat perubahan, sempat memperlama proses perbaikan MCK komunal tersebut hingga dua bulan lamanya warga baru bersedia berkumpul untuk bermusyawarah.
Tak lama waktu berjalan dengan kegigihan komunitas Youth Sanitation Concern itu, akhirnya masyarakat mulai ikut serta melakukan hal kecil, dengan membersihkan sarana MCK tersebut. Dan lama kelamaan partisipasi masyarakat meningkat hingga mereka bersedia membayar jasa tukang untuk membangun MCK sedangkan material bangunan, komunitas itulah yang menyediakan.
Partisipasi aktif masyarakat terus berlanjut hingga penyediaan penggantian pompa tenaga surya sebanyak empat kali, secara swadaya.
Kesadaran untuk menjaga infrastruktur MCK komunal itu terbentuk karena masyarakat sudah merasakan manfaatnya serta muncul rasa memiliki terhadap sarana MCK komunal tersebut.
Selama empat tahun terakhir ini, anggota komunitas itu selalu hadir untuk melakukan pengawasan karena di sana ada kelompok pengelola sarana MCK. Warga sudah melakukan piket bergantian untuk menjaga MCK dan merawatnya.
Selain menjadi penggerak di tengah masyarakat, para pemuda itu pun terus berperan aktif menyebar luaskan isu air, kebersihan, dan sanitasi dengan menjadi pembicara di berbagai forum regional, nasional, bahkan berkesempatan di berbagai forum internasional.
Tak hanya itu para pemuda, setelah memasuki masa regenerasi setelah 2-3 tahun berkecimpung di organisasi sembari menyelesaikan pendidikan. Saat masuk ke dunia kerja, mereka pun menjadi pelopor, penggagas di ruang lingkup kerja masing-masing dengan berbagai profesi untuk menyerukan isu yang sama.
Memasuki tahun keenam ini, banyak pemuda jebolan komunitas itu yang sudah berkontribusi dengan berbagai kreatifitas dan talentanya untuk menyebarkan dan mengubah prilaku masyarakat agar lebih arif dalam menggunakan sumber daya air, menjaga kebersihan, dan sanitasi.
Isu sanitasi dan air bersih harus terus disebarkanluaskan, terutama oleh generasi muda yang nanti akan menerus kepemimpinan bangsa, dengan harapan berbagai kebijakan ke depan makin memperhatikan pola hidup sehat.
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024