Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terus memperkuat sinergi pentahelix atau multipihak untuk mencegah dan menangani isu kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan berbasis gender online.

"Fenomena KBGO (kekerasan berbasis gender online) ini yang terus kita cari solusi dan langkah afirmasinya untuk dilakukan bersama-sama," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati dalam Talkshow dan Dialog Interaktif Edukasi dan Literasi kepada Perempuan dalam Upaya Pencegahan Kekerasan di Ranah Digital, di Jakarta, Senin.

Perkembangan teknologi informasi tidak hanya menawarkan berbagai manfaat dan kemudahan, tetapi juga berpotensi menjadi ruang terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di ranah digital atau kekerasan berbasis gender online.

Menurut Ratna Susianawati, penggunaan media sosial yang tidak bijak dan tanpa batas dapat menjadi cikal bakal terjadinya kekerasan berbasis gender online.

Dia mengatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi regulasi yang sangat kuat dalam memastikan upaya pencegahan, penanganan, pelindungan, pemulihan, dan penegakan hukum terkait tindak pidana kekerasan seksual.

"Mudah-mudahan ini akan menjadi harapan, tidak hanya bagi korban kekerasan seksual, tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Berdasarkan hasil survei Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024, 1 dari 4 perempuan usia 15 - 64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan atau seksual dari pasangan dan atau selain pasangan selama hidup. Kondisi tingginya angka kekerasan seksual saat ini menjadi tantangan untuk semakin memperkuat implementasi UU TPKS ini," kata Ratna Susianawati.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024