Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin menyatakan optimismenya bahwa perjanjian ekstradisi RI-Singapura bisa disetujui pada 2007 dan dilaksanakan mulai tahun itu juga, sekalipun hingga saat ini kesepakatan mengenai perjanjian itu masih terganjal tiga pokok hal dari 18 yang dibahas. "Saya optimistis memandang segala hal. Saya tidak ingin menerapkan target waktu lagi, pokoknya saya akan bekerja sekeras mungkin. I will cut my fingers untuk itu," katanya kepada pers, seusai menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di Kantor Presiden, di Jakarta, Sabtu siang. Hamid Awaluddin menyatakan, masih ada beberapa hal yang mengganjal perwujudan perjanjian ekstradisi itu, di antaranya adalah daftar jenis kejahatan atau list of crimes yang bisa dikategorikan ke dalam jenis kejahatan yang pelakunya bisa diekstradisi. Indonesia, katanya, menginginkan semua jenis kejahatan bisa dimasukkan ke dalam daftar kejahatan itu, sementara pihak Singapura tidak demikian. Ada beberapa jenis kejahatan yang Singapura tidak ingin dimasukkan ke dalam daftar itu, di antaranya kejahatan ekonomi dan pidana korupsi sehingga pelakunya bisa melarikan dana hasil kejahatan itu ke negara pulau itu. Selain itu, kejahatan serupa yang dicoba dicegah Singapura agar tidak tercantum dalam daftar itu adalah pelaku pelarian modal secara tidak sah yang diduga berlatar pelanggaran hukum. Masalah lain yang juga mengganjal, katanya, adalah batasan masa hukuman minimal yang bisa diekstradisikan. Dari sisi Indonesia, diinginkan agar batasan itu adalah minimal satu tahun kurungan penjara sementara Singapura mendesak agar di atas dua tahun saja yang bisa diekstradisi. Sejak belasan tahun lalu, masalah ekstradisi pelaku pelanggaran hukum ini menjadi catatan tersendiri bagi pemerintahan kedua bangsa. Singapura, negara tanpa sumber daya alam berarti, sejak awal sangat mengandalkan diri pada penggalian potensi ekonomi dan perdagangan untuk membangun negaranya. Banyak kalangan yang menduga bahwa sebagian dari upaya pembangunan negara itu dilakukan dengan keengganan mengindahkan aspek hukum secara sempurna. Guna mengentaskan masalah itu, Presiden Susilo Yudhoyono, melakukan pembicaraan empat mata dan antar delegasi dengan mitranya, Perdana Menteri Lee Hsien Loong, saat melakukan kunjungan kerja di Singapura, pada 4 September lalu. Menyinggung masalah ini, Hamid Awaluddin yang juga turut dalam lawatan kerja itu, menyatakan, "Mereka menunjukkan komitmen untuk menuntaskan hal ini."(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006