Teheran (ANTARA) - Iran dijadwalkan menggelar pembicaraan mengenai isu nuklir dengan tiga negara Eropa yakni Prancis, Jerman, dan Inggris (E3), pada 29 November.

Pembicaraan itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan akibat resolusi yang diinisiasi ketiga negara tersebut dan diadopsi oleh badan nuklir PBB.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, mengatakan pada Minggu (24/11) bahwa para wakil menteri luar negeri dari keempat negara itu akan bertemu untuk membahas "isu bilateral, regional, dan nuklir."

Namun, ia tidak menyebutkan di mana lokasi pertemuan tersebut akan berlangsung.

Pengumuman ini muncul beberapa hari setelah Iran mengaktifkan serangkaian sentrifugal baru dan canggih sebagai respons atas resolusi yang disahkan oleh Dewan Gubernur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Resolusi yang dirancang oleh Prancis, Jerman, dan Inggris, dengan dukungan AS, diadopsi dalam pertemuan dewan di Wina pada Kamis lalu.

Resolusi itu mengkritik Iran atas "kegagalan untuk sepenuhnya bekerja sama" dengan badan nuklir PBB dan mendesak Teheran menanggapi kekhawatiran terkait partikel uranium yang diduga ditemukan di dua situs nuklirnya.

Resolusi tersebut mendapat dukungan dari 19 suara, sementara Rusia, China, dan Burkina Faso menolaknya, dan 12 anggota lainnya abstain.

Sebagai tanggapan, Iran mengaktifkan sejumlah besar sentrifugal canggih, dengan mengatakan langkah itu bertujuan untuk "melindungi kepentingan negara dan mengembangkan lebih lanjut industri nuklir damai," sesuai dengan "hak dan kewajiban Iran berdasarkan Perjanjian Pengamanan Komprehensif."

Dalam pernyataannya, Baghaei menegaskan kembali kebijakan 'prinsipil" Iran tentang "interaksi dan kerja sama dengan negara lain," seraya menekankan bahwa pembicaraan mendatang merupakan "kelanjutan dari diskusi" yang diadakan di sela-sela KTT Sidang Umum PBB baru-baru ini di New York.

Ia menambahkan bahwa putaran pembicaraan baru, yang direncanakan dalam pertemuan Sidang Umum PBB itu, akan mencakup "beragam isu regional dan internasional, termasuk situasi di Palestina dan Lebanon, selain masalah nuklir."

Pemerintahan Iran yang baru di bawah Presiden Masoud Pezeshkian telah berjanji akan membuka kembali saluran komunikasi dengan Barat dan mengupayakan pelonggaran sanksi. Namun, peristiwa di Gaza dan Lebanon serta perkembangan terkait telah menghambat upaya tersebut.

Diplomasi nuklir dengan Iran terhenti selama masa jabatan sebelumnya Presiden AS terpilih Donald Trump, ketika Washington menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan enam kekuatan dunia yang membatasi program nuklir Teheran dengan imbalan pelonggaran sanksi internasional.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Penasehat senior: Iran bersiap menanggapi serangan Israel
Baca juga: Iran: AS harus tebus kesalahan masa lalu sebelum berunding
Baca juga: Iran aktifkan mesin sentrifugal baru terkait resolusi terkait IAEA

Penerjemah: Primayanti
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024