Petugas Kementerian Sosial akan melakukan padan data untuk memastikan nama WNI tidak berbeda. Karena itu, mereka membutuhkan NIK dan kartu keluarga (KK) sebelum data yang didapat dimasukkan ke Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial.

Mereka juga melakukan pengecekan, apakah WNI atau PMI tersebut ada dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Jika memang ada maka mereka berhak mendapatkan semua perlindungan sosial yang diberikan negara, sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku, kata Ani.

Biasanya, sentra-sentra di daerah akan melakukan asesmen terhadap keluarga PMI tersebut untuk mengetahui apakah ada yang membutuhkan dukungan keluarga.

Jika ada lansia di sana, maka ada pemberian nutrisi lansia. Ketika ada ditemukan balita di sana maka mereka akan memberikan nutrisi balita, dan jika ternyata ada disabilitas maka ada advokasi ke program yang mendukung orang berkebutuhan khusus ini.

WNI yang baru dipulangkan dari Malaysia menghubungi keluarga dan rekannya setelah berada Rumah Perlindungan Trauma Centre (RPTC) Tanjung Pinang milik Kementerian Sosial di Kepulauan Riau, Kamis (14/11/2024). ANTARA/Virna P Setyorini


Asesmen kewirausahaan

Dalam proses rehabilitasi, pemulangan, dan reintegrasi tersebut ada pula upaya yang Kementerian Sosial lakukan, yang intinya untuk mencegah mereka kembali menghadapi persoalan sama melalui kewirausahaan sosial.

Selain melakukan asesmen psikososial, RPTC biasanya juga melakukan asesmen kewirausahaan bagi korban TPPO, menanyakan minat para mantan pekerja migran tersebut. Mereka “mengulik” apa usaha yang pernah dilakukan sebelum bermigrasi keluar negeri, dan menanyakan apakah ada minat untuk melakukan usaha yang sama dan siap membantu pemodalan.

Atau, ketika sampai di Jakarta atau di pusat rehabilitasi yang memiliki fasilitas lebih lengkap, mereka ditawari mengikuti pelatihan maupun keterampilan khusus yang tujuannya membuat mereka lebih berdaya. Mereka pun juga berkesempatan mendapatkan modal untuk memulai usahanya itu.

Menurut Ani, bantuan pemodalan itu cukup besar, paling sedikit Rp5 juta bahkan ada yang sampai Rp7 juta atau lebih.

Langkah itu yang sebetulnya menjadi upaya pencegahan agar mereka tidak kembali lagi. Ada aktivitas di rumah yang, menurut Ani, Insya-Allah menghasilkan meskipun mungkin sedikit.


Penanganan PMI menyeluruh

Kementerian Sosial, sesuai dengan UU 21 tahun 2007 tentang Penanganan Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Gugus Tugas Penanganan Korban TPPO, adalah Sub-gugus Tugas Rehabilitasi Sosial, Pemulangan dan Reintegrasi Sosial untuk korban TPPO.

Adapun yang 105 WNI yang dideportasi dari Malaysia tersebut, menurut dia, semestinya menjadi tanggung jawab lembaga yang menangani PMI sesuai dengan UU 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Harapannya, dengan telah terbentuknya Kementerian Perlindungan Pekerja Migran (PPMI) dalam Kabinet Merah Putih, maka semestinya tata kelola pelindungan terhadap PMI dilakukan dengan pendekatan dari hulu sampai dengan hilir sehingga seluruh kewenangan pelindungan pekerja migran Indonesia dilaksanakan secara terintegrasi oleh kementerian tersebut.

Menurut Ani, hingga 15 November lalu, RPTC Tanjung Pinang telah melayani 1.091 WNI, sudah termasuk 105 orang yang pada Kamis (14/11) tiba di sana. Dari yang baru tiba itu terbanyak berasal dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ada 29 orang, diikuti oleh Jawa Timur ada 18 orang, Sumatera Utara ada 13 orang, lalu sisanya berasal daerah lain di Indonesia.

Hampir di setiap pemulangan WNI dan masuk menjalani rehabilitasi RPTC Tanjung Pinang, terbanyak berasal dari NTB, Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Mereka diharapkan tidak kembali lagi ke sana, kalaupun kembali bekerja di luar negeri harus dengan cara yang aman. Pemerintah sebenarnya sudah memfasilitasi tata kelola penempatan pelindungan warga negara yang melakukan migrasi dengan aman.

Kalaupun ternyata masih ada calon pekerja migran yang berdalih proses penempatan bekerja di luar negeri lama dan berbelit-belit, sering kali akhirnya mereka tergiur dengan tawaran yang menyesatkan.

Persoalan PMI nonprosedural harus menjadi evaluasi bersama bagi semua pemangku kepentingan di Kabinet Merah Putih.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024