Jakarta (ANTARA) - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai Pemerintah Indonesia sangat memungkinkan untuk menyediakan listrik bersih dan terjangkau di wilayah pedesaan dan daerah tertinggal, terdepan, serta terluar (3T), mengingat potensi energi baru terbarukan (EBT) yang dimiliki cukup besar.
"Menyediakan listrik dan handal, terjangkau dan bersih di daerah perdesaan dan 3T sangat dimungkinkan dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan setempat untuk mengganti 3 gigawatt pembangkit listrik tenaga diesel yang tersebar. Dengan ini selain akses listrik jadi lebih merata, penurunan emisi dan biaya penyediaan tenaga listrik dapat terjadi,” kata Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa dalam pernyataan di Jakarta, Minggu.
Disampaikannya, menurut Kementerian ESDM, potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 3.686 gigawatt. Bahkan kajian pihaknya pada 2022 mengindikasikan ada potensi energi terbarukan yang lebih besar, mencapai lebih dari 7.800 gigawatt, dengan lebih dari 75 persen merupakan sumber energi surya.
Oleh karena itu, ia mengatakan Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan peta jalan transisi energi dengan pilihan biaya yang paling murah, menjamin kehandalan pasokan yang optimal, dan berkeadilan.
Menurut Fabby, lewat transisi energi terbarukan, Indonesia dapat meningkatkan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) yang selaras dengan target 1,5 derajat celcius yang disasar oleh Persetujuan Paris (Paris Agreement).
Lebih lanjut, Deputi Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas Ervan Maksum mengatakan bahwa untuk mencapai target transisi energi tidak bisa hanya mengandalkan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) saja.
Transisi energi di Indonesia memerlukan pembiayaan alternatif dari sumber-sumber non-pemerintah, dan pelibatan modal swasta untuk mencapai target-target di sektor ketenagalistrikan.
Di sisi lain, Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Taufiq Hidayat Putra menyatakan bahwa perencanaan sektor ketenagalistrikan di Indonesia mencakup akses listrik yang berkualitas, tidak hanya ke industri, tapi juga untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama di desa.
Sementara itu, untuk meningkatkan daya tarik bagi investor, Project Lead Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE for SEA) di Indonesia, GIZ Energy Program for Indonesia/ASEAN Deni Gumilang menggarisbawahi pentingnya pengembangan instrumen kebijakan yang bertujuan untuk memitigasi risiko transaksi, mengingat tantangan dalam kebijakan dan regulasi masih dianggap sebagai hambatan utama dalam pengembangan energi terbarukan di tanah air.
Adapun data dari Kementerian ESDM hingga November 2024, menunjukkan masih ada sekitar 86 desa yang belum memiliki akses listrik.
Baca juga: PLN menghadirkan energi bersih di pulau terluar Bulukumba
Baca juga: Listrik, energi bersih, dan upaya menuju nol emisi di Bumi Pertiwi
Baca juga: Wartsila: EBT harus sediakan 89 persen pasokan listrik demi capai NZE
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024