Purwokerto (ANTARA) - Guru merupakan profesi yang berkontribusi besar dalam mencerdaskan dan membangun peradaban sebuah bangsa. Negara-negara yang kini menikmati kemajuan peradaban, itu pun buah dari penyelenggaraan pendidikan yang terencana dan berkelanjutan.

Di balik kemajuan peradaban bangsa, ada peran besar profesi yang mendidik tanpa putus dari generasi ke generasi. Mereka adalah guru. Berkat dedikasi mereka, banyak tercipta sumber daya manusia tercerahkan.

Dalam filosofi Jawa, guru memiliki makna digugu lan ditiru. Digugu berarti setiap perkataan dan perbuatan guru harus bisa dipertanggungjawabkan, sedangkan ditiru berarti setiap sikap dan perbuatan guru pantas untuk dijadikan sebagai teladan bagi siswa.

Kesuksesan para ilmuwan, inventor, birokrat, teknokrat, dan profesi lain tidak lepas dari peran guru yang mendidik mereka.

Tema Hari Guru Tahun 2024 berupa "Guru Hebat, Indonesia Kuat" menyiratkan pesan menghadirkan pendidikan bermutu yang bersumber dari guru-guru hebat. Dari sentuhan pikiran dan hati merekalah bakal lahir generasi yang kuat dan tangguh.

Akan tetapi, saat sekarang, bangsa Indonesia menghadapi tantangan berat, baik yang berkaitan dengan mutu sumber daya manusia maupun yang berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Menyikapi masalah tersebut, Prof. Fauzi, pakar pendidikan Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, menyatakan para guru harus lebih terbuka pikirannya dengan terus belajar agar bisa menemukan ide-ide baru dan tidak ketinggalan perkembangan zaman.

Selain punya pola pikir yang kuat bagaimana mendidik dan mengembangkan ilmu, guru hebat itu memiliki motivasi kuat dalam mendidik anak-anak bangsa. Motivasi tersebut penting karena mereka mendidik dan melayani anak-anak bangsa dengan segala keragamannya.

Sebagai sosok yang menjadi ujung tombak menciptakan SDM berkualitas, guru harus menguatkan diri dengan keterampilan dan kecakapan yang dibutuhkan untuk mendidik anak agar menjadi generasi yang tangguh dalam menghadapi berbagai persoalan.

Dengan keterampilan dan kecakapan itu, guru memiliki kemampuan beradaptasi dan mengakomodasi kemajuan teknologi.

Jika para guru tidak memiliki kemampuan memanfaatkan teknologi yang berkembang, peserta didiknya mustahil bisa menjadi generasi yang kuat, cakap, dan beradaptasi dengan perkembangan.

Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan guru-guru yang bisa membangun budaya belajar, yang menjadi inti dari pendidikan. Ide belajar harus dimulai dari guru itu sendiri karena guru adalah pembelajar dan orang yang terus mau belajar. Tidak mungkin yang diajarkan bisa terus berkembang kalau guru tersebut tidak mau belajar.

Orang-orang yang telah memiliki budaya belajar--ketika menghadapi tantangan apa pun--mereka akan cepat beradaptasi dan mencari solusi mengatasi permasalahan.

Fauzi, yang juga Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Saizu, mengakui kelemahan pendidikan di Indonesia saat ini, antara lain, belum melahirkan orang-orang yang memiliki tradisi belajar kuat. Padahal, peradaban dunia itu dibangun oleh ilmu pengetahuan, yang diperoleh dengan belajar.

"Kita harus merefleksi apakah guru-guru kita sudah terbangun budaya belajarnya? Ada perubahan sedikit saja langsung terkejut, heran, khawatir, dan takut. Ini karena tidak memiliki kesiapan, spirit belajarnya belum terbangun," ungkapnya.

Bagi guru yang punya budaya belajar, mereka pasti tidak akan menunggu, tetapi malah bersikap adaptif, siap menghadapi, dan mencari solusinya.

Perubahan itu bersifat abadi. Ia akan bisa dihadapi jika guru punya budaya belajar. Dengan menjadi pembelajar, yakni orang-orang terus belajar menemukan, mencari, dan membenturkan diri dengan segala hal, ia siap menghadapi dan akan menemukan jawabannya.

Saat ini memang banyak orang tua yang gelisah karena motivasi belajar anak-anaknya rendah. Apalagi tidak ada ujian nasional. Padahal inti dari masalah itu karena budaya belajar yang rendah.

Jika anak-anak itu memiliki budaya belajar, ada sistem ujian seperti apa pun, mereka pasti siap menghadapinya.

"Maka bagaimana kita semuanya, termasuk LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan) yang melahirkan calon-calon guru, menanamkan nilai-nilai belajar ini menjadi sebuah tradisi, menjadi sikap, karakter yang melekat dalam setiap orang Indonesia," katanya.

Setiap orang Indonesia harus tertanam semangat untuk belajar, menemukan sesuatu yang ada di dalam kehidupan. Apa yang dibangun oleh negara-negara maju seperti China, itu karena negara tersebut memiliki kultur belajar yang tinggi.

Oleh China, jeunggulan negara lain dimodifikasi bahkan ditiru, selanjutnya dibuat kreasi atau inovasi hingga akhirnya menjadi negara maju setelah melalui proses panjang dalam membangun keunggulan itu.

Keunikan tersebut terlihat dari bangsa China dalam membangun budaya belajar dengan karakter dasar identitasnya sebagai orang-orang yang mau belajar dan terus belajar.

Oleh karena itu, budaya belajar harus dimulai dari guru. Jangan hanya menyuruh peserta didik membaca buku. Guru juga harus membaca buku setiap hari untuk menambah wawasan dan memperbarui informasi.

Terkait dengan Hari Guru yang diperingati setiap 25 November, Fauzi mengatakan saat sekarang sudah ada tunjangan profesi guru (TPG). Namun pertanyaannya, seberapa besar guru mengalokasikan TPG-nya itu untuk meningkatkan kualitas diri dengan menguatkan kultur belajarnya.

Dalam hal ini, para guru perlu merefleksi dan mengevaluasi diri untuk mengetahui apakah sudah mempunyai budaya belajar dan kultur membaca atau belum memiliki semua itu.

Selama ini, peringatan Hari Guru sering kali difokuskan pada kesejahteraan guru meskipun saat sekarang kesejahteraannya makin meningkat. Akan tetapi pertanyaannya, apakah meningkatnya kesejahteraan tersebut berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas diri dalam konteks sebagai seorang guru yang harus mendidik orang.

Jika kesejahteraannya naik namun kemudian pola pikir dan mentalitas belajarnya tidak tumbuh dan berkembang, hal itu menjadi persoalan serius bagi masa depan Indonesia. Oleh karena itu, Fauzi menilai hal tersebut harus menjadi kritik semua pihak dalam merespons perkembangan masa depan pendidikan di Indonesia.

Karena proses pendidikan pada dasarnya membangun peradaban bangsa, pakar pendidikan Darmaningtyas menekankan bahwa pendidikan harus mampu mengantisipasi masa depan dalam jangka yang panjang, tidak hanya yang saat ini, apalagi masa lalu.

Konsekuensinya, para pendidik harus senantiasa memutakhirkan kecakapan dan ilmu pengetahuannya, agar terhubung dengan kebutuhan masa depan.

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024