Mataram (ANTARA) - Kehidupan di balik jeruji yang acap kali diasosiasikan dengan penuh keterbatasan, ternyata tidak berlaku bagi Wayan Sumade Yasa, pria asal Abian Tubuh, Kota Mataram.
Sebagai narapidana kasus narkotika yang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Yasa--sapaan akrabnya-- menepis stigma itu dengan berkarya.
Ia mulai berkarya dari dalam lapas pada awal 2023, saat bergabung dengan kelompok batik tulis. Berkat hobi menato, kini Yasa didaulat oleh Lapas Kelas IIA Lombok Barat sebagai mentor membatik.
Hal yang membuat berbeda karya batik tulis Yasa bersama kelompoknya terlihat dari corak yang punya khas tampilan budaya lokal dan keindahan Pulau Lombok.
Dengan beragam corak seperti Bale Lumbung, Cicak, Putri Nyale, Presean, Gendang Beleq, dan Sirkuit Mandalika, menjadikan batik tulis karya Yasa dan kelompoknya punya daya tarik tersendiri di pasaran.
Bagi Yasa, kini membatik tidak sekadar untuk menghabiskan masa hukuman, tetapi sudah menjadi media ekspresi diri sekaligus sarana membangun harapan baru saat kembali pulang.
Kisah Yasa ini menjadi salah satu gambaran bahwa tidak ada yang dapat membatasi seseorang untuk berkarya. Bahkan, di tengah keterbatasan, Yasa membuktikan potensi dan perubahan diri selalu punya peluang untuk diraih.
Yasa pun mengambil pelajaran hidup yang ia petik dari pengalaman membatik di lapas. Menurut dia, membatik tidak butuh keahlian khusus, yang penting mau belajar.
"Siapa pun bisa melakukan (hal baru), kalau memang ada niat mau belajar, pasti bisa," kata Yasa.
Cerita Istana Negara
Sejak Lapas Kelas IIA Lombok Barat mengukuhkan kelompok binaan batik tulis pada Mei 2023, tepat pada perayaan Hari Bhakti Pemasyarakatan Ke-59, karya Yasa bersama kelompoknya langsung dilirik Lalu Gita Ariadi, saat itu menjadi Pj. Gubernur NTB.
Yasa ingat betul saat pihak Lapas Kelas IIA Lombok Barat meminta kelompoknya membuatkan batik tulis pesanan Miq Gita, sapaan akrab pejabat daerah yang kembali mengemban jabatan Sekda NTB.
Sesuai pesanan, lapas menyampaikan kepadanya untuk membuat batik tulis dengan corak gendang beleq dan putri nyale. Khusus untuk corak sirkuit mandalika, dipesan dengan jumlah cukup fantastis, 140 lembar kain.
Bagi Yasa bersama kelompok yang beranggotakan 12 warga binaan, persoalan kualitas produksi bukan lagi menjadi tantangan, melainkan target pengerjaan. Waktu itu, seluruh pesanan diminta selesai kurang dari 2 pekan.
Yasa bersama kelompoknya yang sudah mendapat kepercayaan dari lapas, diberi toleransi untuk mengerjakan proyek perdana mereka dengan cara lembur.
Ia mengaku kerjanya bergiliran, begadang sampai tengah malam. Pada akhirnya, target pesanan bisa selesai dalam waktu 8 hari.
Bangga sekaligus bahagia saat mendengar kabar Miq Gita bersama sang istri Lale Prayatni Gita Ariadi menghadiri peringatan Hari Batik Nasional di Istana Negara, Jakarta, 1 Oktober 2023.
Keduanya hadir mengenakan busana berbahan batik tulis karya Yasa bersama kelompoknya. Penampilan mereka memukau seluruh hadirin di Istana Negara.
Karena terkesan berbeda, banyak yang menanyakan asal muasal dari batik tulis yang dikenakan Miq Gita bersama istri.
Mengambil kesempatan itu, mereka langsung memperkenalkan batik tulis tersebut adalah karya dari kelompok binaan Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
Miq Gita sebagai seorang putra daerah Lombok ikut mengajak masyarakat menggemari batik tulis yang mengangkat budaya lokal, seperti karya yang lahir dari balik jeruji Lapas Kelas IIA Lombok Barat.
Untuk batik tulis bercorak Sirkuit Mandalika sebanyak 140 lembar kain yang diselesaikan Yasa bersama kelompoknya dalam 8 hari kerja, turut dibagikan kepada pejabat di Istana Negara.
Memanusiakan manusia
Sesuai amanah Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, lapas salah satunya punya tanggung jawab untuk memberikan bekal kemandirian bagi warga binaan.
Untuk menjalankan amanah UU Pemasyarakatan, Lapas Kelas IIA Lombok Barat mencari cara agar hal tersebut bisa terwujud.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024