Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dari Universitas Indonesia A. Kasandra Putranto menyarankan pemerintah untuk membuat aturan bermain gawai pada anak, buntut dari ditemukannya 80 ribu kasus judi online (judol) yang menjerat anak-anak.

“Tentu penyalahgunaan gawai perlu menjadi bahan evaluasi, tidak hanya pemerintah tetapi keluarga. Apalagi ada situasi tak terhindarkan sebagai dampak pandemi, dua tahun anak-anak kita harus hidup hanya dengan gawai dan kehilangan masa kecil mereka,” kata Kasandra saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.

Kasandra menilai pemberian larangan menggunakan gawai pada anak bukan solusi yang mampu mengatasi persoalan tersebut.

Adiksi judi online merupakan dampak dari penyalahgunaan gawai dan gim yang dimainkan oleh anak tanpa adanya batasan yang jelas. Hal ini menyebabkan pembuatan regulasi yang berkaitan dengan penggunaan gawai pada usia anak sangat penting namun tidak sesederhana yang diperkirakan.

Terkait dengan kebijakan penggunaan internet dan media sosial untuk anak, pemerintah perlu lebih ketat dalam menetapkan batasan usia bagi pihak yang ingin mengaksesnya. Aturan ini sudah diterapkan baik di Korea Utara maupun Australia.

Baca juga: Psikiater: Anak yang orang tuanya terlibat judi membutuhkan dukungan

Hal ini mencakup pemblokiran situs-situs yang mengandung konten negatif dan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap anak-anak di internet.

“Buat kesepakatan dengan berbagai media sosial dan gim provider untuk meningkatkan batasan usia pemain hanya untuk dewasa,” ujar Kasandra.

Langkah tersebut dapat ditempuh melalui terjalinnya kerja sama dengan platform digital perusahaan untuk memastikan bahwa mereka menerapkan kebijakan yang melindungi anak-anak dari konten berbahaya.

Pemerintah, katanya, juga perlu melakukan psikoedukasi secara meluas dengan cara mengembalikan fungsi media televisi menjadi pusat informasi bagi masyarakat. Di sisi lain, bisa menyediakan saluran kegiatan edukatif yang menyenangkan bagi anak dengan mengembangkan hobi sejak dini.

“Kalau bapak dan ibu sibuk bekerja, energi anak tidak tersalurkan, mereka akan tergerak untuk mencari pemuasan kesenangan instan,” katanya.

Termasuk menjelaskan program literasi digital yang bertujuan untuk mendidik anak-anak dan orang tua tentang penggunaan internet yang aman dan bertanggung jawab.

Baca juga: KemenPPPA layani pemulihan perempuan dan anak terdampak judi online

Dalam kesempatan itu, Kasandra turut memperingatkan apabila judi online dapat amat sangat merugikan baik bagi individu maupun keluarga. Orang yang terjerat judi online biasanya tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak melakukan judi.

Para pelaku akan sulit mengelola keuangannya, karena simpanan dan dana alokasi lain digunakan untuk memenuhi kebutuhannya berjudi.

“Umumnya muncul gangguan psikologis seperti kecemasan dan depresi, disertai gangguan perilaku agresif dan atau emosional. Bahkan dapat menimbulkan masalah tindak kriminal sebagai akibat dari dorongan yang tidak terkendali,” ucap dia.

Kasandra juga membeberkan menurut sebuah penelitian terbaru, orang-orang yang berusia awal 20-an merupakan kelompok penjudi yang paling cepat berkembang dan banyak anak yang mulai bermain di usia lebih muda.

Dimana hampir dua pertiga remaja usia 12 hingga 18 tahun mengatakan bahwa mereka telah berjudi atau memainkan permainan seperti judi pada tahun sebelumnya.

“Mulai bermain di usia muda ternyata membawa beban tekanan psikologis yang relatif lebih tinggi dan meningkatkan kemungkinan timbulnya masalah,” katanya.

Terkait dengan aturan penggunaan gawai, belum lama ini Pemerintah Inggris telah mengeluarkan panduan untuk membatasi penggunaan gawai selama siswa berada di sekolah. Sementara Prancis sejak September 2024, melakukan uji coba larangan menggunakan gawai bagi siswa di bawah usia 15 tahun di 200 sekolah.

Baca juga: Kemkomdigi minta orang tua waspadai gim anak cegah jeratan judol

Baca juga: Menkomdigi minta ibu beri anak kegiatan kreatif kurangi paparan gadget

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024