Jakarta (ANTARA) - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati mengatakan bahwa pihaknya mendukung pemerintah dan DPR untuk segera menyusun undang-undang terkait pemindahan narapidana atau transfer of prisoner.
“Kami dukung. Catatannya, harus jelas sesuai dengan prinsip bahwa adanya transfer of prisoner itu prinsipnya soal rehabilitasi narapidana untuk kembali kepada komunitasnya,” kata Maidina saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Maidina mengatakan, semangat pemerintah untuk memperkenalkan mekanisme pemindahan narapidana merupakan langkah yang perlu diapresiasi. Namun, kekosongan hukum karena belum adanya undang-undang yang mengatur tentang pemindahan narapidana juga perlu diperhatikan.
“Jangan lupakan juga memang ada kekosongan hukum terkait dengan pemindahan prisoner ini, bahwa kita tidak punya undang-undang terkait dengan pemindahan narapidana negara asing,” kata dia.
Di sisi lain, ia menyebut pemindahan narapidana berdasarkan perjanjian bilateral dalam bentuk Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLA) memang dapat dilakukan.
“Dari kacamata kami, itu dapat dilakukan memang. Praktik mayoritas soal transfer narapidana memang perjanjian antara negara,” ujarnya.
Dalam konteks pemindahan terpidana mati kasus penyelundupan narkoba Mary Jane Veloso ke Filipina, Maidina memandang perlu adanya kejelasan status hukum yang bersangkutan. Hal ini mengingat KUHP Filipina tidak mengatur pidana mati seperti di Indonesia.
Oleh karena itu, ia mempertanyakan penerapan syarat kedua pemindahan Mary Jane ke negara asalnya, yakni terkait kewajiban untuk melanjutkan sisa hukuman di Filipina.
“Filipina tidak punya pidana mati. Dengan tidak punya pidana mati, tidak juga mengenal mekanisme pengubahan hukuman pidana mati sehingga kita mempertanyakan bagaimana syarat yang kedua ini bisa dijalankan oleh Pemerintah Filipina,” kata dia.
Status hukuman Mary Jane di Indonesia dan Filipina harus disesuaikan dengan jelas. Ia pun menyebut penolakan grasi yang pernah diajukan Mary Jane selama di Indonesia dapat dipertimbangkan untuk penyesuaian hukuman dimaksud.
“Status hukum Mary Jane Veloso yang menyesuaikan dengan Filipina harus jelas. Paling tidak dengan menilai bahwa MJV sudah 10 tahun ditolak grasinya, maka MJV bisa jadi (dihukum) seumur hidup,” tambah dia.
Diketahui, Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan mengamanatkan bahwa narapidana dapat dipindahkan ke negara lain berdasarkan perjanjian.
Kemudian, Pasal 45 ayat (2) menyebutkan, ketentuan pemindahan narapidana tersebut diatur dengan undang-undang. Namun, hingga saat ini, Indonesia belum memiliki undang-undang tersendiri yang mengatur transfer of prisoner.
Terkait hal ini, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemaysarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, tidak menutup kemungkinan pemerintah dan DPR akan menyusun undang-undang tentang transfer of prisoner (pemindahan narapidana) dan exchange of prisoner (pertukaran narapidana).
“Sangat mungkin sekali nantinya akan dilakukan pembicaraan dengan DPR untuk menyusun undang-undang tentang transfer of prisoners dan exchange of prisoners ini yang memang sebenarnya itu diamanatkan oleh Undang-Undang Pemasyarakatan kita sekarang, tapi belum ada undang-undangnya,” ucap Yusril dalam keterangan video, Kamis (21/11).
Menko Yusril mengakui bahwa Indonesia belum memiliki undang-undang khusus mengatur pemindahan narapidana warga negara asing. Namun, kata dia, pemindahan narapidana bisa dilakukan berdasarkan MLA, kesepakatan para pihak, dan diskresi dari Presiden untuk mengambil keputusan maupun kebijakan.
“Jadi walaupun tidak didasari oleh suatu peraturan perundang-undangan, itu berdasarkan pada MLA, kesepakatan para pihak, dan juga diskresi dari Presiden,” kata Yusril.
Baca juga: Menko: Pemindahan Mary Jane berdasarkan perjanjian MLA dengan Filipina
Baca juga: Pemerintah lanjut susun RUU Pemindahan Narapidana Antarnegara
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024