Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Anis Hidayah mengatakan pemerintah menunjukkan upaya menghapus hukuman mati, meskipun masih mencantumkan hukuman mati sebagai pidana alternatif pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Pasal 100 KUHP yang baru itu bisa menjadi salah satu peta jalan bagaimana ke depan pemerintah akan terus melakukan upaya untuk menghapuskan hukuman mati di Indonesia," ucap Anis Hidayah pada acara Ruang Publik KBR bertajuk "Menanti Efek Lanjutan dari Pemulangan Mary Jane" dipantau dari Jakarta, Jumat.
Anis menjelaskan bahwa langkah pemerintah dalam memindahkan terpidana mati kasus penyelundupan narkotika Mary Jane Veloso (MJV) ke Filipina tidak terlepas dari kebijakan pemerintah merespons hukuman mati.
Pada Pasal 100 KUHP yang baru, kata Anis, pemerintah memang masih mengakui hukuman mati di dalam salah satu bentuk pemidanaan pada sistem pidana Indonesia. Akan tetapi, pidana mati menjadi pidana alternatif, bukan pidana pokok.
Baca juga: Komnas HAM: Kasus Mary Jane bentuk diplomasi perlindungan warga negara
Baca juga: Komisi XIII nilai pemulangan Mary Jane bentuk penghormatan HAM
Selain itu, ketika seseorang dijatuhi pidana mati, setelah menjalani pemidanaan selama 10 tahun, maka bisa dilakukan komutasi atau perubahan hukuman.
"Ketika menjalani hukuman dengan baik, maka itu kemudian bisa dilakukan komutasi atau perubahan hukuman menjadi seumur hidup atau lebih rendah," tutur Anis.
Anis memandang bahwa secara informal, pemerintah sudah melakukan moratorium eksekusi karena sudah sekian lama tidak berlangsung eksekusi mati di Indonesia.
"Jadi, itu masih berlaku untuk beberapa tindak pidana, tetapi sekali lagi posisinya adalah alternatif dan itu bisa berubah ketika terpidana sudah menjalani hukuman selama 10 tahun," ujar Anis.
Baca juga: Deplu Filipina pastikan Mary Jane Veloso tetap selesaikan hukuman
Baca juga: PN Baturaja vonis hukuman mati terdakwa pembunuhan sadis
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024