Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) menegaskan komitmennya bahwa maskapai nasional siap bertarung di rute-rute internasional mulai 2007. "Ini adalah komitmen kami sebagai jawaban atas dorongan Menteri Perhubungan bahwa maskapai domestik masih jago kandang," kata Ketua Umum INACA, Rusdi Kirana, saat dihubungi di Jakarta, Jumat pagi. Penegasan tersebut disampaikan terkait penilaian Menteri Perhubungan Hatta Rajasa sebelumnya bahwa maskapai domestik masih terlena dengan pasar 30 juta penumpang per tahun dan tak berani bertarung di rute regional-internasional atau jago kandang. Rusdi menyatakan penetrasi ke pasar internasional itu paling tidak akan dimulai dengan membidik pasar Timur Tengah, kemudian Eropa, meski pada tahap awal tidak dengan rute penerbangan langsung. "Problem kita tak bisa langsung karena maskapai domestik yang saat ini tumbuh adalah masih muda usia dan berangkat dengan pesawat berbadan kecil. Jadi, memang perlu waktu," katanya. Ia tidak menampik bahwa maskapai muda usia tersebut bisa digandeng oleh maskapai besar asing untuk kepentingan itu, tetapi dalam jangka panjang, akan merugikan karena maskapai domestik tak akan diperhitungkan. "Buat apa bersinergi, toh kami punya kelebihan dibanding mereka, misalnya biaya SDM yang lebih kompetitif, sementara harga bahan bakar dan pesawat sama. Jadi, sebenarnya kami siap," kata Rusdi yang juga CEO Lion Air ini. Oleh karena itu, ekspansi dengan hanya menjual bendera perusahaan, tanpa memiliki pesawat di rute internasional, mustahil dilakukan. Sebelumnya, pemerintah mengaku sejak enam bulan lalu telah membuka kran bagi pendirian maskapai baru (SIUP baru, red) yang khusus bergerak di rute regional dan internasional, dengan kepemilikan bisa 49 persen saham asing dan sisanya domestik. Bagi Lion Air sendiri, pihaknya siap membuka rute internasional antara lain ke Hongkong, Cina, Korea, India dan Timur Tengah menyusul datangnya pesanan 60 pesawat B 737-900ER mulai April 2007. "Gambarannya, dengan pesawat yang mampu menjelajah 7 jam nonstop ini akan membidik pasar Timur Tengah melalui India. Kami optimis meski tak langsung, asal lebih murah akan mampu menarik pasar," tambahnya. Total pesanan pesawat senilai 3,9 miliar dolar As itu, kini dalam proses teknikal pembiayaan (financial engineering) dengan target akhir tahun ini selesai. "Sebanyak 10-20 persen investasi kami dan selebihnya perbankan asing bai dari Eropa maupun Amerika," katanya. Risau soal pasar domestik yang dikuasai asing ini memang sangat berdasar karena dari data Departemen Perhubungan 2005, penerbangan ke Timur Tengah dan Cina dengan 5 juta penumpang, sebagian besar diserap maskapai asing. Tidak hanya ke Timur Tengah, dari rute-rute international yang ada, maskapai nasional hanya mampu menyerap 5 persen dari total jumlah penumpang international sebanyak 13 juta pada 2005, sisanya dikuasai asing. Padahal pada 2010, globalisasi penerbangan akan diterapkan. Baru 13 negara Sebelumnya, Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menyebutkan, Indonesia sendiri saat ini memiliki hubungan bilateral dengan 68 negara. Namun baru 13 negara yang mampu diterbangi oleh maskapai nasional. Negara-negara itu pun sebagian besar adalan negara di lingkup ASEAN dan Asia. "Untuk Timur Tengah sendiri ada 11 negara yang bisa diterbangi dan pasarnya sangat potensial terutama tenaga kerja Indonesia (TKI)," katanya. Dari 18 maskapai penerbangan nasional yang beroperasi saat ini, terdapat tujuh maskapai yang sudah melayani rute international yaitu Garuda Indonesia melayani 10 negara, Merpati Nusantara melayani 4 negara, Lion Air melayani dua negara, Jatayu Air melayani satu negara, Metro Batavia melayani dua negara, Adam Air melayani satu negara dan Riau Airlines melayani satu negara. (*)
Copyright © ANTARA 2006