Semua guru berperan dalam menanamkan nilai moral kepada siswa
Jakarta (ANTARA) - Sejak dilantik pada 21 Oktober 2024, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti memulai tugasnya dengan aktif melakukan "belanja masalah" untuk mengetahui persoalan apa saja yang saat ini dihadapi oleh sektor pendidikan jenjang dasar dan menengah di Indonesia.

Gerak cepat Abdul untuk mempelajari langsung kondisi pendidikan dasar dan menengah Indonesia terlihat dengan kunjungan kerja pertamanya sebagai Mendikdasmen ke sejumlah sekolah dari berbagai jenjang di Palembang, Sumatera Selatan pada 1 November 2024 atau 11 hari sejak ia resmi bergabung dengan Kabinet Merah Putih bentukan Presiden Prabowo Subianto.

Di sela kunjungan kerjanya di Palembang, Abdul meluncurkan Bulan Guru Nasional yang diperingati pada bulan November. Gebrakan ini tidak hanya sebatas peringatan seremonial saja untuk memeriahkan peringatan Hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan bagi para guru yang berperan dalam mendidik generasi muda Indonesia demi kemajuan bangsa.

Abdul menegaskan bahwa teknologi seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tidak dapat menggantikan peran guru sebagai pemberi ilmu serta teladan kepada siswa.

Memang, teknologi boleh saja berkembang luar biasa sampai sekarang ada artificial intelligence atau kecerdasan buatan dan Chat GPT yang bisa ditanya berbagai hal, tetapi hal itu tidak bisa menggantikan posisi dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan pencerdasan bangsa.

Mendikdasmen menyadari bahwa guru merupakan aset penting bangsa dalam mencerdaskan generasi muda sekaligus mencetak sumber daya manusia unggulan di masa depan sehingga diperlukan peningkatan kualitas guru melalui tiga aspek penting.

Pertama, terkait sertifikasi guru, di mana ia menyebut belum semua guru di Indonesia memiliki gelar akademik Diploma 4 (D4) atau Strata 1 (S1). Oleh karena itu, ia menjanjikan Kemendikdasmen akan membantu para guru untuk mendapatkan ijazah D4 atau S1 melalui beasiswa atau program bantuan pendidikan.

Upaya kedua adalah peningkatan kompetensi guru. Setidaknya ada empat kompetensi guru yang harus terus dibangun bersama-sama, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

Oleh karena itu, keempat aspek ini dapat dipupuk salah satunya melalui peningkatan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di antaranya dengan menambah materi bimbingan konseling dan pendidikan nilai kepada para calon guru.

Ketiga adalah peningkatan kesejahteraan dimana disadari bahwa mutu dan kualitas guru ditentukan oleh kesejahteraan mereka dapat terjamin. Maka dari itu, Abdul Mu'ti menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan guru di Indonesia.

Dengan memperhatikan ketiga aspek tersebut, Indonesia diyakini akan memiliki guru-guru berkualitas yang kemudian dapat mempengaruhi mutu sumber daya manusia Indonesia masa depan.

Pendidikan karakter

Menteri Abdul saat berdialog dengan sejumlah guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 3 Palembang menyoroti soal pembinaan karakter serta penanaman nilai moral kepada siswa di sekolah.

Ia menekankan bahwa urusan pendidikan karakter tidak hanya menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu saja. Semua guru berperan dalam menanamkan nilai moral kepada siswa.

Bahkan, lebih luas, upaya ini tidak hanya terbatas dilakukan di ranah pendidikan formal di dalam kelas melainkan juga melibatkan bidang pendidikan nonformal melalui pendekatan berbasis masyarakat.

Pendekatan ini menekankan pada penguatan komunikasi antara sekolah dengan orang tua atau wali agar dapat mendukung pembinaan karakter siswa di sekolah salah satunya melalui program pengasuhan.

Program ini bertujuan untuk membangun kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai moral dan karakter pada peserta didik.

Keseriusan dalam mengembangkan pendekatan non formal dalam pendidikan karakter siswa ditunjukkan dengan rencana pembentukan Direktorat Pendidikan Nonformal yang akan berperan menjembatani kerja sama sekolah dan orang tua maupun masyarakat.

Kompetensi guru juga dinilai penting salah satunya kemampuan di bidang pendidikan konseling dan pendidikan nilai moral. Proses belajar mengajar di kelas tidak hanya sebatas transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi juga memperkuat karakter mereka.
Guru perlu memahami karakter setiap siswa sehingga ketika perubahan perilaku dari salah satu siswanya ke arah negatif bisa segera melakukan pendekatan untuk meluruskan.

Kemampuan guru untuk menguasai materi penguatan karakter perlu ditingkatkan seiring dengan semakin kompleksnya masalah siswa mulai dari perundungan, narkotika, judi online, sampai geng pelajar yang menjurus perilaku kriminal.

PR yang belum tuntas
Pemerintah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) dalam membenahi sistem pendidikan, terutama di tingkat dasar dan menengah. Sejumlah kebijakan dalam sistem pendidikan pun menjadi sorotan publik mulai dari sistem zonasi, penyelenggaraan kembali Ujian Nasional (UN), hingga penerapan Kurikulum Merdeka.
Selain itu ada beberapa masalah yang belum tuntas yaitu tidak meratanya akses pendidikan, angka partisipasi pendidikan yang masih rendah, tata kelola dana pendidikan dan kesejahteraan guru.
Tidak meratanya akses pendidikan merupakan masalah utama di pendidikan dasar dan menengah mulai jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai dengan pendidikan SLTA. Terdapat kesenjangan akses antara masyarakat di perkotaan dan pedesaan serta Indonesia bagian barat dan timur.
Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudriset) tahun 2022/2023 menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar anak-anak ke layanan PAUD baru mencapai 45,87%. Dari total 17,7 juta anak berusia 3-6 tahun di Indonesia, baru sekitar 8,1 juta yang sudah mengakses layanan PAUD.
Padahal, perluasan akses universal ke layanan PAUD bagi anak laki-laki dan perempuan menjadi salah satu indikator dari Sustanaible Development Goals (SDGs).
Demikian angka putus sekolah berdasarkan data Statistik Pendidikan 2022 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terdapat 1 dari 1.000 penduduk yang putus sekolah di jenjang SD, 10 dari 1.000 penduduk putus sekolah di jenjang SMP, dan 12 dari 1.000 penduduk yang putus sekolah di SMA.
Hal itu menunjukkan bahwa meskipun awalnya anak-anak telah memiliki akses terhadap layanan pendidikan, sebagian tidak berpartisipasi penuh dan terpaksa berhenti di tengah karena tekanan kemiskinan. Ini menunjukkan masih ada pungutan lain selain dari SPP yang sudah dibebaskan, yang memberatkan siswa.
Dalam menanggapi ini Mendikdasmen tidak tergesa-gesa dalam mengambil kebijakan, pihaknya saat ini masih terus melakukan kajian serta menyaring aspirasi dari berbagai pihak terkait kelanjutan dari kebijakan-kebijakan peninggalan pemerintahan sebelumnya.
Namun yang terpenting adalah mengkaji secara keseluruhan, termasuk mempertimbangkan faktor peta mutu pendidikan nasional dimana terdapat wilayah yang memiliki kualitas pendidikan baik namun ada juga wilayah yang masih perlu dibenahi.
Mendikdasmen berjanji akan melakukan kajian yang bersifat akademik teoretik dari para pakar pendidikan, para penyelenggara dan pengambil kebijakan sehingga bisa mengatasi berbagai persoalan mendasar.
Saat ini, pengelolaan dana pendidikan tidak lagi terpusat di Kementerian karena dari 20 persen anggaran pendidikan, hanya 3 persen yang dikelola oleh Kementerian, sementara sisanya terbagi ke dalam beberapa kementerian, termasuk transfer ke daerah sebesar 11% dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).

Artinya kemajuan pendidikan dasar dan menengah juga sangat ditentukan oleh kebijakan di daerah sehingga perlu dorongan kuat agar pemerintah daerah juga memprioritaskan mutu pendidikan untuk mendukung tercapainya Generasi Emas 2045.

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024