Jakarta (ANTARA) - Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur periode 2020-2022 Rina Pertiwi didakwa menerima suap senilai total Rp1 miliar terkait kasus dugaan korupsi terkait pengurusan eksekusi lahan PT Pertamina (Persero) pada tahun 2020-2022.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Handri Dwi Zulianto mengatakan suap diterima Rina dari terpidana Ali Sopyan melalui perantara Dede Rahmana untuk mempercepat proses eksekusi atas putusan permohonan peninjauan kembali (PK) Nomor 795 pada 14 November 2019.

"Dalam putusan itu pada pokoknya menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp244,6 miliar," kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis.

Namun demikian, JPU menjelaskan dari total uang suap yang diberikan, Rina diduga hanya menerima Rp797,5 juta, sedangkan sisanya Rp202,5 juta diberikan Rina kepada Dede.

Adapun Dede disebutkan memberikan uang tersebut secara bertahap sebanyak dua kali, yakni sebesar Rp747,6 juta secara tunai dan Rp50 juta secara transfer kepada Rina.

Dengan demikian, perbuatan Rina diatur dan diancam pidana pada Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

JPU mengungkapkan kasus bermula pada sekitar tahun 2014, saat ahli waris A. Soepandi, yaitu O.O. binti Medi Soelihin, A. Soelihah, A. Soepiah, R. Aliasoehipah, dan Ali Sopyan, mengajukan gugatan secara perdata berupa ganti rugi kepada Pertamina di PN Jaktim atas tanah yang terletak di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, yang telah dikuasai oleh Pertamina.

Atas gugatan yang diajukan tersebut, telah diputus oleh PN Jakarta Timur sampai dengan putusan PK oleh Mahkamah Agung (MA) dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang pada pokoknya menghukum Pertamina membayar ganti rugi sebesar Rp244,6 miliar.

Kemudian sekitar bulan November tahun 2019, Ali menghubungi Johannes Jamburmias untuk meminta bantuan menyelesaikan permasalahan tanahnya, yaitu ganti rugi yang belum dibayarkan oleh Pertamina, sesuai putusan pengadilan.

Selanjutnya atas permintaan Ali tersebut, Johannes menghubungi Sareh Wiyono untuk menyampaikan permasalahan tersebut, termasuk membahas pembagian haknya apabila berhasil membantu Ali, yaitu akan mendapat bagian sebesar 50 persen dari hak yang didapat oleh Ali terkait ganti rugi tanah tersebut.

JPU melanjutkan, Sareh kemudian menghubungi Rina agar membantu proses eksekusi putusan PK itu dan Rina menyetujuinya. Ali pun meminta para ahli waris dari A. Soepandi untuk membuatkan surat kuasa kepada Ali untuk mengurus eksekusi putusan PK di PN Jakarta Timur.

Setelah surat kuasa diterima, Ali memasukkan surat permohonan eksekusi tanggal 24 Februari 2020 melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) PN Jakarta Timur dan bertemu dengan Rina di PTSP.

Surat permohonan eksekusi pun diteruskan ke meja Ketua PN Jakarta Timur setelah dimasukkan ke PTSP untuk mendapatkan disposisi mengenai pelaksanaan eksekusi perdatanya. Surat tersebut pada akhirnya didisposisi kepada Rina selaku Panitera PN Jakarta Timur.

"Terhadap surat permohonan eksekusi yang diajukan oleh Ali selaku kuasa alih waris tersebut, dibuatkan resume oleh Rina selaku Panitera PN Jakarta Timur," tutur JPU.
Baca juga: Mantan panitera PN Jakarta Utara didakwa cuci uang Rp40,133 miliar
Baca juga: Vonis panitera Jakpus diperberat jadi tujuh tahun
Baca juga: KPK tahan tiga tersangka suap panitera PN Jaksel

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024