pemerintah terus mendukung pengembangan kelapa sawit melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar domestik dan internasional serta mendorong hilirisasi nasional

Surabaya (ANTARA) - Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman menilai hilirisasi industri kelapa sawit telah menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga stabilitas harga minyak kelapa sawit mentah (CPO).

Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong hilirisasi produk untuk menciptakan nilai tambah dan memperkuat ekonomi nasional.

“Sebagai komoditas strategis, pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat atau dijumpai tantangan yang dihadapi oleh industri kelapa sawit baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, pemerintah terus mendukung pengembangan kelapa sawit melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk menciptakan dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar domestik dan internasional serta mendorong hilirisasi nasional,” kata Eddy dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan Eksportasi dan Pungutan Ekspor atas Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

Eddy menyampaikan hilirisasi tak hanya meningkatkan nilai tambah produk sawit, namun juga memperluas diversifikasi produk.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini Indonesia telah menghasilkan lebih dari 184 produk turunan kelapa sawit. Meskipun jumlah tersebut masih kalah dibandingkan Malaysia yang mencapai sekitar 250 produk, Eddy optimistis pengembangan industri hilir akan terus berlanjut melalui berbagai program strategis.

Salah satu langkah hilirisasi adalah melalui program mandatori biodiesel. Hingga Oktober 2024, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar Rp183,72 triliun yang digunakan untuk membayar selisih harga antara harga indeks pasar biodiesel dan harga indeks pasar solar dengan volume biodiesel terserap mencapai 69,79 juta kiloliter.

Baca juga: BPDPKS sebut penyaluran dana peremajaan sawit capai Rp9,83 triliun

Baca juga: Pemerintah bakal uji coba biodiesel B50 tahun depan

Eddy mengatakan program biodiesel yang saat ini sudah mencapai campuran B35 (35 persen biodiesel), dan akan menuju B40 tidak hanya memperkuat ketahanan energi tetapi juga berperan besar dalam menyerap CPO domestik.

Ia menyatakan untuk dapat merealisasikan bahan bakar ramah lingkungan jenis B40 pada tahun 2025 membutuhkan dana sebesar Rp47 triliun.

“Program mandatori biodiesel ini di samping sebagai upaya hilirisasi dalam rangka meningkatkan ketahanan energi kita, juga telah terbukti menjaga stabilitas harga CPO yang merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan pasar CPO di dalam negeri,” jelasnya.

Dengan begitu, besarnya jumlah serapan CPO maupun produk turunannya yang digunakan sebagai bahan baku biodiesel dapat dijadikan sebagai instrumen guna menjaga stabilitas harga CPO, khususnya harga CPO di dalam negeri.

Kemudian, hilirisasi juga didukung pemerintah melalui pendanaan riset dan pengembangan produk turunan. Dalam hal ini, Eddy menekankan hilirisasi menjadi kunci tidak hanya untuk stabilitas harga CPO, melainkan juga untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama di pasar global.

Lebih lanjut, Eddy menjelaskan bahwa kebijakan lain untuk mendorong hilirisasi nasional perkebunan sawit adalah dengan pemberlakuan Bea Keluar serta Pungutan Ekspor CPO dan turunannya.

“Kebijakan pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi dengan komposisi ekspor CPO yang terus menurun dan produk hilir refined terus meningkat, di mana di tahun 2024 produk CPO yang diekspor hanya sebesar 7 persen, sedangkan refined sebesar 65 persen,” terang Eddy.

Ia memaparkan bahwa kebijakan tarif pungutan ekspor berdampak pada harga CPO di pasar internasional yang lebih stabil. Hal ini memberikan kepastian biaya bagi eksportir sehingga dapat membantu menjaga daya saing harga CPO atau produk-produk turunannya di pasar global.

Adapun sampai dengan November 2024, harga referensi CPO yang ditetapkan berdasarkan Kementerian Perdagangan berada pada kisaran 746 dolar AS sampai dengan 961 dolar AS per metrik ton (MT). Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata tahun 2023 yang sebesar 832,6 dolar AS per MT.

Dirinya menilai kebijakan pungutan ekspor juga memberikan dampak terhadap stabilitas harga tandan buah segar (TBS). Data harga TBS sampai dengan pertengahan November tahun 2024 di 8 provinsi penghasil kelapa sawit tercatat di kisaran Rp2.459 sampai dengan Rp3.163 per kilogram (kg) atau secara rata sebesar Rp2.813 per kg.

“Ini meningkat jika dibandingkan dengan rata pada tahun 2023 yang sebesar Rp2.425 per kg,” ucapnya.

Baca juga: BPDPKS sebut kebutuhan dana realisasi B40 capai Rp47 triliun

Baca juga: BPDPKS antisipasi penurunan pendapatan di tengah anjloknya ekspor CPO

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024