Jakarta (ANTARA News) - Pengusaha nasional Hartati Murdaya selaku Direktur Utama PT Jakarta International Expo (JIE) saat memenuhi panggilan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipkor) menyatakan bahwa pengalihan saham pengelolaan Kemayoran murni bisnis. "Ini adalah murni bisnis. Tidak ada pidananya," ujar Hartarti kepada pers, usai dimintai keterangan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Kamis. Hartarti yang dimintai keterangan mulai pukul 10.40 hingga 13.30 WIB itu menjelaskan, dugaan tindak pidana dalam kasus Kemayoran justru ada pada tidak dibayarkannya utang oleh Jakarta International Trade Fair (PT JITF), pengelola Pekan Raya Jakarta sebelumnya. Ia mengemukakan, dirinya justru merasa ditipu oleh JITF, karena semula dijanjikan boleh memiliki saham setelah membayar asetnya seharga 10 juta dolar Amerika Serikat (AS). "Tapi, setelah kami melakukan pembayaran, pihak yang meminta kami membayar itu ternyata pergi," ujar Hartati, yang juga Ketua Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) itu. Menurut dia, setelah perusahaannya membeli aset Kemayoran, JITF merasa bebas dari tekanan pengadilan di Tokyo, Jepang. Ia menjelaskan, negara tetap memiliki Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di kawasan Kemayoran namun HPL itu tidak seperti Gelora Bung Karno Senayan, yang diubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). "Kalau kasus Kemayoran ini tetap. HGB diatas HPL yang digadaikan adalah HGB-nya pada pihak kreditur, yaitu Jakarta Development Corporation (JDC)," ujar Hartati. Ia memerinci, HGB Sekreratiat Negara senilai lima persen, sementara itu Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta senilai 13,125 persen, sedangkan sisanya dimiliki swasta dalam hal ini JDC. Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), Hendarman Supandji, mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memutuskan ada tidaknya indikasi pidana dalam kasus Kemayoran. "Ada dua hingga tiga orang yang akan kami panggil nanti setelah Lebaran. Setelah itu, baru dapat ditentukan apakah bisa dinaikkan ke tingkat penyidikan atau berhenti di tingkat penyelidikan saja," kata Hendarman. Kejaksaan sebelumnya telah memanggil pengusaha Edward Soeryadjaya, pihak Badan Pengelola Kompleks Kemayoran, dan pihak Sekretariat Negara. "Kami harus melihat menyeluruh keterangan-keterangan itu apakah ada aset negara yang hilang," ujar Hendarman. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan hingga saat ini belum menghitung ada tidaknya dugaan kerugian negara dalam kasus ini. Sebelumnya, pada Senin (16/10) dan Rabu (18/10), Direktur PT JITF Edward Soeryadjaya telah dimintai keterangan sekaligus memberikan dokumen mengenai pengalihan saham pengelolaan kawasan Kemayoran. Kasus Kemayoran muncul ke permukaan setelah terjadi perselisihan menyangkut pengelolaan kawasan tersebut antara PT Jakarta International Trade Fair (JITF) dengan PT Jakarta International Expo (JIE) terkait penyelenggaraan Jakarta Fair di Arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran. JITF selaku pelapor menilai JIE yang dipimpin Siti Hartati Murdaya mendapatkan hak atas pengelolaan kawasan Kemayoran secara melawan hukum sehingga JITF melaporkan JIE ke Polda Metro Jaya pada 3 Oktober 2004. Dasar pelaporan yang diajukan JITF antara lain adalah sejumlah bukti menyangkut dugaan pemalsuan akta cessie (pengalihan hak tagih) yang dibuat oleh notaris Erni Rohaeni. Akta yang menurut JITF sebagai akta palsu menjadi dasar PT CCM milik Hartati dalam mengelola Jakarta Fair, namun JITF berkeras bahwa CCM dan JIE tidak layak mengelola Jakarta fair karena akta yang cacat secara yuridis. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006