Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencatat bahwa luas perhutanan sosial telah mencapai lebih dari 8 juta hektare (ha) yang melibatkan lebih dari 1,3 juta kepala keluarga hingga Oktober 2024.
Khusus untuk hutan adat, capaiannya tercatat lebih dari 250.000 hektare untuk 138 masyarakat hukum adat. Adapun luas indikatif hutan adat, yaitu lebih dari 1 juta hektare.
“Hingga akhir tahun, pemerintah Indonesia berupaya menambah luasan akses kawasan perhutanan sosial menjadi 8,3 juta hektare, termasuk pengakuan hutan adat,” kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kemenhut, Mahfudz dalam diskusi di Paviliun Indonesia Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) Azerbaijan yang diikuti secara daring dari Jakarta, Rabu.
Baca juga: Menhut: Produk perhutanan sosial pasok program makan bergizi gratis
Mahfudz mengatakan perhutanan sosial telah menjadi salah satu program prioritas nasional sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dan berlanjut pada 2020-2024.
Kebijakan ini, ujar Mahfudz, merupakan tindakan korektif untuk ketimpangan penguasaan lahan di kawasan hutan atau ketimpangan akses yang berujung pada kemiskinan akibat sulitnya masyarakat memperoleh modal usaha berupa hak kelola kawasan hutan.
Sejak pemerintah menargetkan alokasi perhutanan sosial dapat mencapai 12,7 juta hektare yang ditetapkan sekitar 10 tahun lalu, katanya, perhutanan sosial berhasil mendorong dan memfasilitasi peningkatan akses pengelolaan kawasan hutan bagi masyarakat.
Sementara itu, sejak tahun 2021, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan pendekatan yang sistematis dan terpadu dalam rangka mengelola sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya menuju tingkat emisi yang disebut FOLU Net Sink 2030.
Baca juga: Menhut kunjungi wilayah terpadu perhutanan sosial di Lumajang
Pendekatan ini, jelas Mahfudz, diproyeksikan memberikan kontribusi hampir 60 persen atau setara dengan pengurangan 140 juta ton CO2eq (net sink) pada tahun 2030 dari target penurunan emisi gas rumah kaca yang ingin dicapai Indonesia melalui upaya sendiri.
Hal ini juga sejalan dengan rencana untuk mencapai target perhutanan sosial tahun 2030 sebesar 12,7 juta hektare. Ia mengatakan kontribusi perhutanan sosial diharapkan dapat mencapai sekitar 24,6 juta ton CO2eq atau setara dengan kontribusi 18 persen.
Menurut Mahfudz, beberapa kegiatan serta pengukuran telah dikembangkan untuk mendukung aksi iklim di dalam masyarakat. Selain memperkuat aksi iklim dalam program perhutanan sosial di Indonesia, beberapa strategi dan proyek inovatif telah dikembangkan dan diimplementasikan untuk memajukan upaya mitigasi, meningkatkan strategi adaptasi, dan membangun ketahanan.
Selain itu, imbuh dia, proyek-proyek tersebut juga dapat melengkapi data ilmiah dengan informasi lanskap yang akurat, yang sangat penting untuk mengevaluasi skenario perubahan iklim melalui program perhutanan sosial.
Baca juga: Kubu Raya terima dukungan dana perhutanan sosial dari Norwegia
Baca juga: Nilai transaksi perhutanan sosial Lampung capai Rp211 miliar
Selain meningkatkan kontribusi aksi mitigasi dan adaptasi dalam rangka memenuhi capaian National Determined Contribution (NDC) Indonesia, Mahfudz mengatakan bahwa perhutanan sosial di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memegang peranan penting sebagai program strategis nasional untuk mendukung program peningkatan ketahanan pangan dan gizi nasional.
“Oleh karena itu, kami bertekad untuk mengembangkan strategi inovatif dalam rangka memperkuat kebijakan dan implementasi kehutanan berbasis masyarakat serta menjadikan keberhasilan perhutanan sosial Indonesia sebagai tolok ukur pengelolaan hutan lestari,” kata Mahfudz.
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024