Akan tetapi, jika Pemerintah dapat mengimbangi dampak ini dengan kebijakan sosial yang tepat, seperti bantuan langsung tunai atau subsidi, dampak negatif dari kenaikan PPN bisa diminimalkan. Misalnya, negara bisa mengalokasikan sebagian pendapatan dari PPN untuk mendanai program-program yang langsung menguntungkan kelompok masyarakat miskin, seperti pendidikan, kesehatan, dan pelatihan keterampilan.

Penelitian yang dilakukan oleh Suraya (2022) menunjukkan bahwa kenaikan PPN di Indonesia dapat menurunkan konsumsi domestik dalam jangka pendek. Namun, jika hasil dari pajak ini digunakan untuk pembiayaan sektor infrastruktur dan pendidikan, maka dalam jangka panjang, kebijakan ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Hal ini karena investasi di sektor-sektor produktif dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas, yang pada gilirannya memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara merata.

Selain itu, studi oleh Widodo (2020) menyimpulkan bahwa meskipun ada risiko penurunan daya beli masyarakat miskin akibat kenaikan PPN, kebijakan perpajakan yang pro-poor, seperti pemberian subsidi atau penghapusan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok, dapat mengurangi dampak negatif tersebut. Dengan demikian, pengelolaan hasil pajak yang baik dapat memastikan bahwa kebijakan pajak tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga menciptakan distribusi kesejahteraan yang lebih adil.


Mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif

Untuk memastikan bahwa kenaikan PPN 12 persen dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, beberapa kebijakan pendukung perlu diterapkan, antara lain, melalui penggunaan hasil PPN untuk program sosial, yaitu dalam hal ini pendapatan yang diperoleh dari kenaikan PPN dapat dialokasikan untuk program-program yang mendukung masyarakat miskin, seperti subsidi pangan, pendidikan, dan layanan kesehatan. Hal ini akan membantu kelompok masyarakat yang rentan agar tidak terkena dampak negatif dari kenaikan harga.

Selanjutnya, peningkatan infrastruktur dan kesejahteraan sosial juga menjadi bagian fokus pembiayaan dari implikasi kenaikan PPN ini. Kebijakan ini dapat dilaksanakan, antara lain, melalui peningkatan investasi dalam infrastruktur, terutama di daerah-daerah yang kurang berkembang sehingga membuka peluang kerja bagi masyarakat dan meningkatkan akses mereka terhadap layanan publik.

Kebijakan berikutnya yang dapat diambil untuk mengimbangi dampak negatif dari kenaikan PPN melalui pengenaan pajak progresif. Dalam hal ini Pemerintah dapat menerapkan pajak progresif yang lebih tinggi untuk kelompok berpendapatan tinggi. Dengan demikian, beban pajak lebih banyak ditanggung oleh mereka yang mampu, sementara rumah tangga miskin tetap mendapat perlindungan.

Terakhir, kebijakan untuk mendukung manfaat kenaikan PPN adalah peningkatan efisiensi Pemerintah dalam pengelolaan anggaran. Dalam hal ini, Pemerintah perlu memastikan bahwa dana yang diperoleh dari PPN digunakan secara efisien dan tidak ada kebocoran anggaran yang dapat merugikan masyarakat.

Kenaikan PPN 12 persen dapat memiliki dampak yang kompleks terhadap pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pada satu sisi, kenaikan PPN dapat menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok rumah tangga miskin, yang berisiko memperburuk ketimpangan sosial.

Namun, jika hasil dari PPN digunakan dengan bijak untuk membiayai program-program sosial dan infrastruktur, maka kebijakan ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Oleh karena itu, penting bagi Pemerintah untuk melakukan pendekatan komprehensif dan memastikan bahwa kebijakan perpajakan dilaksanakan secara adil dan efisien.


*) Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi

Copyright © ANTARA 2024