Kami selalu mengingatkan dalam setiap kesempatan kepada semua, khususnya pemerintah daerah (pemda) bahwa peta zona kerentanan bencana akan lebih baik bila menjadi referensi tata ruang
Jakarta (ANTARA) - Badan Geologi Kementerian ESDM mengingatkan jangan pernah menganggap remeh atau mengesampingkan peta kerawanan bencana dalam rencana pembangunan Tata Ruang/Tata Wilayah (RTRW), karena dapat menimbulkan permasalahan yang serius terhadap sosial ekonomi masyarakat.
“Kami selalu mengingatkan dalam setiap kesempatan kepada semua, khususnya pemerintah daerah (pemda) bahwa peta zona kerentanan bencana akan lebih baik bila menjadi referensi tata ruang,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid di Jakarta, Rabu.
Wafid memastikan Badan Geologi sebagai wali data dari peta zona bencana sudah memberikan informasi sedetail mungkin, baik tertulis maupun berbasis digital yang dapat diakses melalui portal internet.
Para ahli dari Badan Geologi bersama lembaga terkait lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) hingga Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) setiap bulan memperbaharui, memperbaiki, dan menyempurnakan kualitas peta zona bahaya di setiap daerah tersebut.
Baca juga: PVMBG usul perbarui peta kerawanan bencana, imbas letusan Lewotobi
Pihaknya telah membagi beberapa kerawanan bencana dengan kategori rendah, ringan, dan tinggi, seperti zona bahaya gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran hutan, kekeringan, tanah longsor, abrasi, likuifaksi, hingga tsunami.
“Semua daerah sudah dipetakan tingkat kerawanan dan karakteristik bencananya melibatkan ahli. Itu kami selalu kirimkan ke provinsi, khususnya melalui gubernur setiap bulan,” kata dia.
Adapun risiko sosial ekonomi masyarakat yang dapat ditimbulkan akibat bencana sebagaimana yang terdata oleh BNPB tergolong cukup besar.
BNPB mencatat secara rinci indeks risiko yang ditimbulkan karena bencana pada medio tahun 2023, seperti bencana tanah longsor ada lebih dari 20.736 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp180,831 miliar, kerugian ekonomi sekitar Rp515,194 miliar, dan kerusakan lingkungan seluas 7,686 ribu hektare.
Baca juga: Pemerintah terjunkan tim perbaharui peta kawasan rawan bencana Semeru
Bencana Banjir dengan luas bahaya 49,776 ribu hektare ada lebih dari 109.618 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp526,654 miliar, kerugian ekonomi sekitar Rp480,264 miliar, dan kerusakan lingkungan seluas 4,225 ribu hektare.
Sementara gempa bumi dengan luas bahaya 60,182 ribu hektare ada sebanyak 131.881 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp654,610 miliar lebih, kerugian ekonomi sekitar Rp9,753 miliar.
Kemudian bencana likuifaksi ada lebih dari 77.370 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp208,655 miliar, kerugian ekonomi sekitar Rp143,220 miliar dan kerusakan lingkungan seluas 1,434 ribu hektare.
Selanjutnya untuk cuaca ekstrem dengan luas bahaya 68,733 ribu hektare, ada sebanyak 226.329 jiwa terdampak dengan nilai kerugian akibat kerusakan fisik sekitar Rp1,962 triliun lebih, kerugian ekonomi sekitar Rp781,335 miliar, dan kerusakan lingkungan hingga seluas 4.225.262 hektare.
"Peta kerentanan bencana, risikonya, ini disampaikan agar semua dapat menghindari permasalahan berkelanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan)," kata Wafid.
Baca juga: BNPB petakan kawasan rawan bencana untuk diperhatikan jelang pilkada
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024