Aspek geopolitik ini telah memantik isu politik identitas yang sulit terhindarkan pada setiap momentum pesta demokrasi 5 tahunan di NTT.
Oleh karena itu, mengikis warisan politik masa lalu menjadi keniscayaan. Langkah ini dilakukan demi menghadirkan pilkada yang lebih sehat dengan mengajak rakyat memilih pasangan calon (paslon) yang menawarkan program peningkatan kesejahteraan.

Pada Pilkada 2024 ini terdapat dua calon gubernur dari Pulau Flores, bahkan berasal dari satu kabupaten, yakni Kabupaten Ende, dan satu dari Pulau Timor.

Maka dilihat dari ikatan geografis, Pilkada 2024 ini merupakan pertarungan dua lawan satu atau sebaliknya satu lawan dua.

Dalam konteks ini maka aspek geopolitik paling mungkin digunakan oleh lawan politik untuk meramu sentimen politik antarwilayah.

"Hal tersebut tidak dapat dimungkiri karena merupakan sesuatu yang given," kata Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang.

Namun demikian, dalam politik demokrasi modern, politik simbolik tidak selalu inheren dengan kemauan politik rakyat karena banyak kasus politik lokal membuktikan hal itu, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri pada pilkada-pilkada sebelumnya.

Persoalan yang menjadi atensi publik saat ini adalah justru pada visi, misi, dan program pasangan calon dalam membangun daerah.

Jika parameter ini menjadi dasar pilihan, maka tergantung persepsi publik terhadap apa yang ditawarkan oleh pasangan calon dalam masa kampanye pemilihan.

Dari ketiga pasangan calon yang bertarung saat ini, memiliki ide untuk NTT masa depan secara konseptual sangat bagus karena berbasis pada mengatasi problem empirik.

Gagasan-gagasan para calon tersebut muncul dari respons mereka terhadap persoalan yang dihadapi oleh rakyat NTT, seperti masalah kemiskinan, pengangguran, masalah air bersih, kesehatan, dan problem kesejahteraan lainnya.

Oleh karena itu, jika dipetakan berdasarkan tipikal pemilih, maka preferensi pemilih tradisional menengah ke bawah cenderung menggunakan pertimbangan kedekatan atau kesamaan identitas yang digerakkan oleh sentimen emosional.

Sementara itu, pemilih kelas menengah ke atas dan terdidik cenderung menggunakan preferensi visi, misi, dan program karena mereka lebih rasional dalam memilih paslon.


Berembut suara muslim

Dari tiga pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT saat ini, memang tak ada satu pun yang berlatar belakang Islam. Lalu, bagaimana peluang para pasang calon di kantong-kantong muslim?

Diperkirakan 7--8 persen pemilih di NTT berlatar belakang agama Islam dari total keseluruhan 3.988.372 pemilih yang tersebar di 22 kabupaten/kota.

Pemilih Islam ada di semua kabupaten/kota. Populasi pemilih yang cukup menonjol ada di Ende, Flores Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Selatan, Kota Kupang, dan Manggarai Barat.

Ada dua partai politik bernuansa Islam di NTT yakni PKB dan PKS, yang punya basis militan.

Basis Islam kini menjadi target yang diperebutkan. Mesin partai, kerja sukarelawan, dan ketokohan calon pemimpin NTT pada 5 tahun ke depan sangat menentukan ke mana arah dukungan pemilih muslim.

Bagaimana hasilnya? Tunggu saja ke manakah suara pemilih muslim yang tersebar di provinsi berbasis kepulauan itu akan berlabuh pada hari pemungutan suara pada 27 November 2024.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024