"Minat warga Bandung jadi buruh migran rendah, karena lapangan kerja lokal mampu menyerap mereka, seperti industri tekstil dan pariwisata," katanya di Bandung, Senin.
Lapangan kerja lokal di Kabupaten Bandung, kata dia, seperti industri tekstil lokal mampu menekan minat warga setempat menjadi buruh migran, berbeda dengan daerah pantura seperti Indramayu dan Cirebon.
Kantong buruh migran di Jawa Barat masih didominasi oleh warga Kabupaten Cianjur, Kuningan, Cirebon, dan Indramayu, karena daerah tersebut sulit memperoleh lapangan kerja dibandingkan dengan Bandung.
Asep Saepuloh, salah seorang warga Bandung membenarkan minat warga Bandung jadi buruh migran rendah karena mereka terserap jadi karyawan pabrik tekstil dan usaha lokal lainnya, meski upahnya terbatas, tapi lebih nyaman dibandingkan dengan menjadi TKI.
Risiko menjadi buruh migran, katanya, cukup tinggi, terutama tujuan Timur Tengah banyak TKI yang dirampas hak hidupnya sehingga mereka tertekan, tapi tidak ada pilihan karena di daerah asal kesulitan mencari pekerjaan.
Lapangan pekerja lokal, katanya, membantu menekan keberangkatan butuh migran. Keberangkatan buruh migran untuk daerah pantura cukup tinggi dibandingkan Bandung.
Namun Wiwin Wintarsih, salah seorang calon TKI tujuan Brunei mengaku terpaksa menjadi buruh migran karena tidak mendapatkan pekerjaan di Bandung meskipun bekerja di luar negeri risikonya cukup tinggi dan
harus berpisah dengan keluarga.
Menurutnya upah yang diterima di Brunei hanya Rp2,5 juta setiap bulan, sedangkan gaji buruh tekstil di Kota Bandung bisa mencapai Rp2 juta. (EJS/M029)
Pewarta: Enjang Solihin
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014