Dan kegiatan (meloloskan PMI non-prosedural) ini sudah berjalan lebih dari setahun
Batam (ANTARA) - Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kapolda Kepri) Irjen Pol Yan Fitri Halimansyah mengatakan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural yang melibatkan oknum pegawai BP Batam memiliki peran meloloskan keberangkatan pekerja non-prosedural dari pelabuhan di wilayah Batam.
"Di sini tersangka ada dua orang, MI selaku supir taksi online yang mendapat keuntungan Rp3 juta dalam sekali kegiatan antar-mengantar. Kemudian pegawai negeri tersebut mendapat Rp800 ribu setiap pengiriman calon PMI non-prosedural," kata Yan di Makopolda Kepri, Kota Batam, Selasa.
Tersangka PNS di BP Batam berinisial RS alias R ditangkap pada 31 Oktober 2024 setelah diketahui meloloskan calon PMI non-prosedural dari Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre.
"Dan kegiatan (meloloskan PMI non-prosedural) ini sudah berjalan lebih dari setahun," ucap Yan.
Direktur Reserse Krimimal Umum (Direkrimum) Polda Kepri Kombes Pol Dony Alexander menjelaskan tersangka RS bekerja sebagai pegawai BP Batam yang bertugas di pelabuhan.
Menurut dia, pelaku MI dan RS memiliki keterkaitan erat. Di mana pelaku MI bertugas merekrut orang-orang yang akan bekerja ke luar negeri. Nanti akan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan RS untuk meloloskan calon PMI itu bisa lolos masuk ke kapal.
"Dengan peran saudara R ini seorang PNS adalah mengontrol dan mengawasi agar korban calon PMI ini agar lolos masuk ke kapal. Dengan upaya R sebagai PNS yang bertugas di lokasi tersebut," kata Dony.
Dalam pengungkapan ini, ada tiga korban, namun hanya dua yang berhasil diselamatkan, satu korban berhasil lolos ke Singapura.
Baca juga: Polda Kepri dalami kasus TPPO libatkan oknum pegawai BP Batam
Ditreskrimum Polda Kepri berkoordinasi dengan BP3MI Kepri untuk menelusuri keberadaan satu korban yang sudah berada di Singapura untuk mengetahui keberadaan-nya.
Rata-rata para PMI non-prosedural yang diberangkatkan oleh para pelaku dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga.
Saat ini penyidik Ditreskrimum Polda Kepri masih mendalami dan mengembangkan kasus tersebut untuk mencari tau apakah ada pihak-pihak lain yang terlibat, mengingat pelaku seorang PNS.
Selain itu, penyidik juga mengembangkan kasus dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana korupsi.
"Masih dalam tahap penyidikan dan pengembangan kami. Di sini baru mengamankan dua pelaku, apakah masih ada keterlibatan pihak lain atau tersangka lain masih dalam proses pemeriksaan dan pendalaman kami, apabila didapati kami lakukan proses penyidikan lebih lanjut," imbuhnya.
Selama periode 1-16 November Polda Kepri telah mengungkap 14 kasus TPPO atau pengiriman PMI ilegal. Dengan rincian Ditreskrimum Polda Kepri mengungkap enam kasus, Polresta Barelang empat kasus, Polresta Tanjungpinang dua kasus, Polres Bintan dan Polres Karimun masing-masing satu kasus.
Dari pengungkapan ini Polda Kepri telah menyelamatkan total 29 orang korban TPPO atau calon pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural. Mereka terdiri atas dua koran yang akan dipekerjakan sebagai PSK dan 27 korban calon PMI yang hendak dikirim bekerja ke Singapura, Malaysia dan Kamboja.
Para korban ini bukanlah warga Kepri, tetapi berasal dari daerah Sumut, Jawa Timur, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Lampung, Dumai dan Jakarta.
Dalam kasus TPPO atau PMI non-prosedural ini, Polda Kepri menetapkan sebanyak 25 orang tersangka.
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024