Jakarta (ANTARA News) - Skandal penggunaan jasa ibu pengganti mencengkeram Thailand pekan ini, setelah kecaman internasional muncul soal bayi Down Syndrome yang ditinggalkan pada ibu asal Thailand yang mengandungnya ketika orangtua biologisnya yang berasal dari Australia hanya membawa saudara kembar bayi itu kembali ke negara mereka.

Polisi Thailand pada Jumat (8/8) menyatakan telah menemukan empat bayi lagi yang diduga berayahkan seorang pengusaha Jepang yang telah melarikan diri dari Thailand sehingga total ada 13 bayi dari ibu pengganti yang ditemukan di Bangkok pekan ini.

"Dia adalah ayah dari 13 bayi dan telah bepergian keluar masuk Bangkok berkali-kali," kata Kolonel Polisi Napunwut Liamsanguan kepada Reuters tentang pria Jepang tak dikenal itu.

Dalam kasus terpisah, polisi menggerebek sebuah kondominium di Bangkok pada Selasa dan menemukan sembilan bayi yang dilahirkan oleh ibu pengganti, pengasuh anak mereka serta ibu pengganti yang sedang hamil.

Ibu pengganti adalah perempuan yang mengandung janin perempuan lain, biasanya melalui inseminasi buatan atau operasi implantasi telur yang sudah dibuahi.

Skandal tersebut membuat masyarakat internasional menyoroti bisnis penggunaan ibu pengganti atau surrogacy yang diatur di Thailand, mendorong otoritas melakukan inspeksi klinik secara nasional.

Liamsanguan mengatakan polisi menggerebek satu klinik di Bangkok yang diyakini telah digunakan untuk melakukan fertilisasi in vitro bagi 13 bayi yang lahir dari ibu pengganti setelah mendapat informasi dari seorang ibu pengganti.

Namun, menurut polisi, klinik itu telah dikosongkan dan tidak ada dokumen yang ditinggalkan.

Thailand tidak memiliki kerangka hukum yang jelas untuk praktik penggunaan jasa ibu pengganti. Penggunaan jasa ibu pengganti secara komersial dilarang menurut kode etik Dewan Kedokteran Thailand.

Tapi penggunaan jasa ibu pengganti tanpa keuntungan finansial diizinkan untuk kerabat dari pasangan, dan pengecualian dilakukan berdasarkan kasus.

Klinik yang digerebek pada Jumat memiliki izin untuk melakukan fertilisasi in vitro --dalam lingkungan buatan, di luar tubuh makhluk hidup-- untuk tujuan surrogacy tapi polisi curiga mereka melanggar kode etik.

Kepala dokter klinik bisa menghadapi ancaman hukuman satu tahun penjara dan denda sampai 20.000 baht atau sekitar 622 dolar AS jika terbukti bersalah.

Dokter yang tidak diketahui namanya itu memiliki klinik lain yang juga digerebek polisi pada Jumat. Jika klinik itu ditemukan tidak memiliki izin medis untuk melakukan surrogacy, dia menghadapi tambahan ancaman hukuman tiga tahun penjara dan denda sampai 1.870 dolar AS.


Kasus "Baby Gammy"

Pasangan Australia, yang dikritik keras karena tampaknya menolak anak cacat, tetap diam, tapi katanya akan berbicara dengan jaringan televisi Australia pada Minggu.

Kasus "Baby Gammy" - sebutan untuk bayi lelaki itu- telah memicu kecaman internasional dan menjadikan bisnis ibu pengganti yang kebanyakan tidak diatur Thailand menjadi sorotan.

Gammy, yang sekarang berusia tujuh bulan, sedang dirawat karena infeksi paru-paru di rumah sakit. Dia juga memiliki masalah jantung.

Sebuah rancangan undang-undang yang melarang penggunaan ibu pengganti secara komersial telah diserahkan kepada kepala urusan hukum pemerintahan militer, Rarinthip Sirorat, kata seorang eksekutif dari Kementerian Pembangunan Sosial dan Keamanan Manusia kepada wartawan, Kamis.

Rancangan undang-undang itu akan melarang penggunaan jasa ibu pengganti secara komersial dan yang terbukti melanggar hukum bisa menghadapi hingga 10 tahun penjara dan denda sampai 200.000 baht atau sekitar 6.200 dolar AS.

Menurut Departemen Kesehatan Masyarakat Thailand, negara itu memiliki 45 klinik surrogacy berlisensi, 12 di antaranya ada di Bangkok. Selain itu ada 240 orang yang memiliki lisensi medis untuk melakukan fertilisasi in vitro untuk surrogacy.

Penerjemah: Ida Nurcahyani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014