Jakarta (ANTARA) - Langkah Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia membentuk deputi khusus yang menangani bidang industri olahraga adalah keputusan tepat, demi mengoptimalkan potensi industri berbasis kegiatan fisik ini dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di tanah air.

Perhatian lebih pada bidang industri olahraga sangat penting, karena olahraga bukan lagi sekadar aktivitas fisik, tapi telah lama bertransformasi menjadi industri yang melibatkan penggemar, sponsor, media, dan pemangku kepentingan lain.

Industri olahraga pun telah berkembang menjadi salah satu sektor ekonomi global yang luas, mencakup aspek-aspek hiburan, pariwisata, kesehatan, teknologi, dan lain-lain.

Menurut The Business Research Company, pasar industri olahraga global mencapai nilai hampir 484 miliar dolar AS pada tahun 2023, tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 3,6 persen sejak tahun 2018.

Pasar industri ini diprediksi tumbuh lagi dari 484 miliar dolar AS menjadi 651 miliar dolar AS pada tahun 2028 dengan laju 6,1 persen. Setelah itu tumbuh lagi pada CAGR sebesar 5,8 persen dan mencapai 862 miliar dolar AS pada tahun 2033.

Di Indonesia sendiri, praktisi industri olahraga, Muhammad Maulana, mengkalkulasi bahwa Industri olahraga diproyeksikan tumbuh sebesar 10,96 persen untuk periode 2022 - 2027, hingga mencapai nilai Rp 96 triliun pada tahun 2027.

Dari sisi angka, nilai pasar industri olahraga jelas amat menjanjikan. Namun, lebih dari itu, industri olahraga juga merupakan salah satu sektor yang menunjukkan potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif, yang tak semata-mata memberi keuntungan pada segelintir pihak, tapi membuka ruang seluas-luasnya bagi kemaslahatan banyak pihak.

Ekonomi inklusif sendiri mengacu pada sistem ekonomi yang memastikan bahwa semua pihak terakomodasi dan memperoleh manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah mengurangi ketimpangan dan meningkatkan akses masyarakat luas terhadap sumber daya, pendidikan, pekerjaan, dan layanan dasar lainnya.

Bank Dunia menyebut tiga fokus utama ekonomi inklusif, yakni pertumbuhan yang merata, akses yang setara, dan keberlanjutan atau mengutamakan pembangunan yang ramah lingkungan dan berorientasi jangka panjang.

Ekonomi inklusif hadir sebagai jalan untuk menciptakan kesejahteraan yang merata di tengah pertumbuhan ekonomi yang kerap menciptakan ketimpangan, baik di tingkat masyarakat maupun antarnegara.

Kesadaran akan urgensi pertumbuhan ekonomi berbasis inklusi itu membuat konsep pertumbuhan ekonomi ini menjadi hal yang paling tebal digarisbawahi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) 2024 yang berlangsung di Peru, 10-16 November.

KTT APEC ke-31 yang dihadiri berbagai pemimpin dunia, termasuk Presiden RI Prabowo Subianto, ini menghasilkan Deklarasi Machu Picchu yang menyepakati penguatan kerja sama ekonomi melalui perdagangan internasional yang terbuka dan inklusif, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan negara-negara kecil dan berkembang serta menghadapi tantangan perubahan iklim dan isu-isu global lainnya secara kolektif.

Dalam kesempatan tersebut, Prabowo yang tampil artikulatif, menekankan peran penting APEC sebagai jembatan menuju masa depan yang lebih inklusif di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

Menurut Prabowo, APEC harus menjadi jembatan untuk inklusi (bridge to greater inclusion). Dia pun menegaskan bahwa manfaat pembangunan harus dirasakan oleh semua komunitas dan individu.

Senada dengan Prabowo, Presiden China Xi Jinping pun menunjukkan watak sosialismenya dengan mengajak agar anggota APEC dapat mempromosikan globalisasi ekonomi yang inklusif yang bermanfaat bagi semua negara dan semua masyarakat.

Baca juga: Menpora Dito berencana bentuk deputi khusus bidang industri olahraga

Baca juga: Industri olahraga China kembangkan potensi dalam satu dekade terakhir

Pengunjung memadati PON Expo untuk meningkatkan pendapatan dan memperkenalkan produk UMKM asli Aceh di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Aceh, Minggu (15/9/2024). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pras/aa. (ANATRA FOTO/Wahyu Putro A)

Inklusivitas olahraga

Olahraga tak berhenti pada aktivitas demi kebugaran atau hiburan, karena dengan daya tariknya yang universal dan melibatkan berbagai kelompok masyarakat, olahraga bisa menjadi platform untuk mendorong partisipasi sosial, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi ketimpangan ekonomi.

Dalam konteks ekonomi inklusif, kegiatan olahraga mampu menciptakan kesempatan yang sama bagi setiap individu, baik dalam hal akses terhadap fasilitas olahraga, kesempatan untuk berkarier di sektor ini, maupun dalam hal merasakan manfaat ekonomi yang berasal dari industri berbasis kebugaran tubuh ini.

Industri olahraga dapat berkontribusi pada ekonomi inklusif antara lain dengan pemberdayaan ekonomi melalui pembukaan lapangan kerja dan kewirausahaan.

Industri olahraga bisa menciptakan banyak peluang pekerjaan, baik di dalam maupun di luar lapangan. Di luar atlet profesional, terdapat beragam profesi yang muncul dari sport industri ini, mulai dari pelatih, wasit, tukang pijat, staf administrasi, hingga pekerja pemasaran dan media.

Ekonomi inklusif juga bisa terejawantahkan melalui sektor pendukung kegiatan olahraga seperti manufaktur peralatan olahraga, penyelenggaraan acara olahraga, hingga industri hiburan dan pariwisata (sport tourism).

Olahraga juga membuka peluang kewirausahaan, seperti para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di bidang penyediaan merchandise olahraga, pengelolaan klub olahraga, dan inovasi teknologi olahraga.

Selain itu, dengan berkembangnya digitalisasi dan platform media sosial, membuat banyak pihak yang bisa memanfaatkan olahraga sebagai sarana membangun citra pribadi, kelompok, atau perusahaan, sehingga kian membuka peluang untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Industri olahraga pun bisa berfungsi sebagai katalisator untuk pembangunan ekonomi melalui acara olahraga berskala besar seperti Olimpiade, Piala Dunia, SEA Games, dan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang tentu membawa dampak ekonomi bagi kota atau negara penyelenggara.

Infrastruktur yang dibangun untuk mendukung acara ini, seperti stadion, hotel, dan fasilitas transportasi, dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang aktivitas ekonomi lokal.

Dalam banyak kasus, event olahraga juga mendorong pembangunan infrastruktur dan fasilitas di daerah-daerah terpencil seperti Arung Jeram di Citarik Sukabumi atau paralayang di Sidamukti Majalengka.

Dengan demikian, industri olahraga dapat berfungsi sebagai penggerak bagi pembangunan ekonomi di kawasan yang selama ini belum berkembang, sekaligus memperluas kesempatan bagi masyarakat di daerah tersebut untuk terlibat dalam ekonomi yang lebih luas.

Olahraga pun memiliki dampak yang besar terhadap kesejahteraan sosial. Melalui olahraga, kualitas hidup dapat meningkat, baik dalam hal kesehatan fisik maupun mental.

Dengan mendorong gaya hidup aktif dan sehat, olahraga dapat mengurangi biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh negara atau individu dalam jangka panjang.

Inklusivitas dunia olahraga bahkan menyentuh kaum-kaum disabilitas, terutama dengan adanya event-event seperti Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas), Para Games, dan Paralimpiade.

Baca juga: Peparnas bukti inklusivitas olahraga untuk semua orang

Baca juga: Dengan olahraga-musik, Peresmian JIS momentum perayaan inklusif

Kolaborasi APEC

Dengan agenda APEC yang menekankan pada kolaborasi dan inklusivitas, Indonesia memiliki peluang mempromosikan potensi industri olahraga di tanah air sebagai salah satu sektor yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara inklusif. Salah satunya adalah dengan pengembangan pariwisata olahraga.

Melalui kolaborasi dengan anggota APEC, Indonesia bisa memperkuat posisinya sebagai tujuan wisata olahraga di Asia-Pasifik. Salah satu cara untuk mencapai ini adalah dengan mendorong lebih banyak event olahraga internasional di tanah air, yang akan menarik wisatawan dan sponsor dari luar negeri.

Selain yang sudah dikenal seperti MotoGP Mandalika dan Aquabike Jetski World Championship di Danau Toba, Indonesia memiliki berbagai destinasi yang bisa digunakan untuk berbagai jenis olahraga, mulai dari olahraga air di Bali, paralayang di Yogyakarta, hingga olahraga petualangan di wilayah eksotik seperti di Papua dan Kalimantan.

Ajang-ajang olahraga itu dapat mendorong pengembangan infrastruktur pariwisata dan memberikan peluang besar bagi pertumbuhan industri sektor penginapan, transportasi, dan kuliner.

Jika komitmen pemerintahan Presiden Prabowo serta pemerintahan negara-negara anggota APEC yang lain konsisten untuk menumbuhkan ekonomi secara inklusif, maka kolaborasi untuk mengembangkan industri olahraga adalah tepat.

Melalui kolaborasi itu, Indonesia dapat memanfaatkan forum APEC sebagai platform untuk memperkenalkan potensi industri olahraga yang besar, bukan hanya dalam hal angka pertumbuhan ekonomi, tetapi pada kualitas pertumbuhan tersebut: pertumbuhan yang inklusif, yang maslahatnya dirasakan segenap masyarakat.

Baca juga: China akan jadi tuan rumah Pertemuan Pemimpin Ekonomi APEC 2026

Baca juga: PB PON Sumut sajikan foto-foto terbaik PON 2024 kepada masyarakat

Baca juga: Anggota DPRD DKI apresiasi prestasi atlet Jakarta di PON Aceh-Sumut

Copyright © ANTARA 2024