Jakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah mengatakan pengelompokan partai-partai politik pendukung Prabowo dan Joko Widodo (Jokowi) harus terus dipertahankan.
Dengan adanya dua kubu ini maka ada polarisasi dan kristalisasi yang akan berdampak pada masyarakat dan kehidupan masyarakat Indonesia.
"Koalisi dua kelompok seperti yang terjadi saat ini harus terus dipertahankan. Hal ini penting karena akan ada polarisasi positif dalam masyarakat Indonesia. Artinya, setiap hari masyarakat akan punya afiliasi yang secara terus menerus tergambar pada kekuatan politik yang ada dan itu mewakili ide dan pikiran yang akhirnya pikiran itu diperlombakan di antara dua kubu ini," ujar Fahri kepada wartawan di Gedung DPR/MPR RI di Jakarta, Jumat (8/8).
Anggota Komisi III DPR ini menyatakan koalisi permanen yang sudah memiliki kesamaan pandangan akan menjalankan fungsi check and balance dengan lebih baik, seperti kontestasi politik antara partai Republik dan Demokrat di Amerika Serikat, dimana kedua partai selalu saling kritik.
Dua kubu tersebut menurut anggota Komisi III DPR itu membuat dinamika dan kompetisi politik menjadi sangat sehat.
“Pentingnya bagi bangsa dan negara untuk menjaga dua kubu tersebut karena proses yang sama juga telah cukup lama berlangsung di Amerika Serikat yang demokrasinya sudah berkembang pesat. Jadi jangan juga ada niat untuk melemahkan masing-masing kubu. Biarkan kedua kubu ini terus berkompetisi secara sehat dan biarkan rakyat yang menilainya. Biarkan ada perimbangan terhadap tesis dan anti tesis. Amerika Serikat itu sampai sekarang masih mempertahankan konservatisme (Republik) dan liberalisme (Demokrat)," katanya.
Ditanya kelemahan koalisi dan oposisi yang ada saat ini, Fahri menjelaskan bahwa baik koalisi maupun oposisi tidak memiliki platform untuk mengembangkan ide dan gagasan. Dengan demikian pembentukan partai oposisi maupun partai koalisi tidak lebih sekedar ajang kumpul-kumpul semata.
Gagasan koalisi permanen di parlemen karena mengharuskan partai-partai bersikap konsisten dengan pilihan politik yang diperjuangkan yang membuat adanya pembeda yang jelas antara partai-partai yang tergabung dalam koalisi permanen dengan yang bukan. Konfigurasi kekuatan politik ini harus dijaga.
"Koalisi maupun oposisi saat ini tidak memiliki platform. Ini terjadi karena pada Pilpres 2009 lalu kandidat capres ada lebih dari 3. Kandidat yang tersisa dua pasang pada putaran kedua karena yang lain dipaksa keluar dari arena. Pemaksaan itu membuat tidak sempat terjadi kristalisasi pikiran dari kelompok-kelompok ini. Berbeda dengan Pilpres 2014 ini yang sejak awal memang sudah bergabung dalam salah satu kelompok yang membuat terjadinya kristalisasi. Ini membuat terjadi polarisasi identitas kelompok dan ini baik,” tegasnya.
Polarisasi dan kristalisasi tidak hanya untuk partai politik saja, tapi bisa masuk ke semua lini termasuk ilmuan, media, dan wartawan-wartawannya, pengusaha dan termasuk para pemuka agama.
”Kategorisasi kelompok yang terjadi selama ini kurang dialektif, sekarang akan menjadi dialektis. Kalau kami boleh identifikasi, maka kami ini sekarang menjadi kelompok yang nasionalis religius. Demokrasi akan menjadi menarik,” imbuhnya.
Fahri percaya partai-partai lain yang telah tergabung dalam koalisi permanen tidak akan berkhianat. Sebab, menurutnya partai-partai di koalisi permanen juga memiliki cita-cita untuk memperbaiki wajah demokrasi di Indonesia.
"Semua ingin demokrasi lebih sehat lewat konsistensi terhadap ide dan nilai perjuangan," tandasnya.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014