Boikot tersebut memiliki dampak moral dan politik
Jerusalem (ANTARA News) - Serangan Israel di Jalur Gaza telah membuat bertambahnya dukungan bagi perlawanan di Tepi Barat Sungai Jordan, tapi dengan bentuk yang berbeda yakin dengan makin banyak orang Palestina mengumumkan perang melawan barang produksi Israel.
Walaupun banyak pengulas berpendapat aksi itu takkan mempengaruhi ekonomi Israel, tapi itu dapat dipandang sebagai langkah penting ke arah pencapai yang lebih besar.
Kondisi kemarahan masyarakat terhadap serangan Israel ke Jalur Gaza telah membuat gerakan boikot tersebut meraih momentum yang tak pernah ada sebelumnya. Dan Banyak orang Palestina yang diwawancarai mengatakan mereka bahkan takkan berhenti sekalipun gencatan senjata dicapai.
Pada Selasa (5/8), rangkaian pasar swalayan terbesar di Palestina "Bravo" mulai bergabung dengan seruan untuk memboikot dengan membersihkan produk Israel dari semua raknya.
"Kami tak memiliki produk Israel. Jalur Gaza adalah sang pemenang," demikian tulisan di atas rak kosong, sebagaimana diberitakan Xinhua. Banyak wartawan dan pegiat media mendorong tindakan tersebut, dan dua radio lokal berjanji akan memberi layanan iklan gratis buat toko itu.
Subhi Naser (32) memboikot untuk pertama kali. "Saya ingin memulai gerakan perlawanan damai saya setelah melihat pembantaian yang dilakukan terhadap rakyat saya," katanya.
Ia menambahkan, "Ini adalah satu-satunya cara yang sejalan dengan prinsip saya."
Para pegiat dari satu kegiatan yang menamakan diri "Support Your Occupation" bertujuan menyeru rakyat Palestina agar mengunjungi toko di Tepi Barat dan memasang barang Israel denga stiker yang bertuliskan, "16 persen harga produk ini mengalir ke tentara Israel."
Tulisan tersebut merujuk kepada pajak yang akhirnya diterima oleh Pemerintah Israel.
Kegiatan itu berhasil dalam menciptakan terobosan dan makin banyak toko bergabung dengan seruan tersebut. Pegiat Tomallah mengatakan konsumen terpengaruh oleh label itu, "perilaku konsumen berubah saat mereka tahu bahwa membeli produk Israel mendukung militer Israel --yang membunuhi rekan mereka, warga, di Jalur Gaza."
Namun, banyak pengulas mengatakan boikot tersebut takkan membahayakan ekonomi Israel, terutama itu tak bisa terlalu jauh. "Israel adalah satu-satunya penyedia air, listrik dan bahan bakar untuk rakyat Palestina dan menghentikan semua itu berarti rakyat Palestina akan kehilangan bahan kehidupan dasar," kata Profesor Ekonomi Nasr Abd Al-Karim.
Di pihak lain, Abdul Karim Barghouti, Ketua Ibrahim Abu-Lughod Institute of International Studies mengatakan ekonomi bukan sasaran utamanya. "Boikot tersebut memiliki dampak moral dan politik, terutama dengan menetapkan Israel sebagai negara yang melakukan pendudukan," katanya.
(Uu.C003)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2014