Jakarta (ANTARA) - Peningkatan produktivitas perkebunan sawit rakyat (PSR) dinilai menjadi kunci untuk mencapai kemandirian pangan dan energi di Indonesia, termasuk dalam mendukung kebijakan mandatori biodiesel B50.
Saat ditemui di sela-sela seminar nasional yang diselenggarakan Rumah Sawit Indonesia di Jakarta, Senin, Direktur Pemasaran Holding Perkebunan PTPN III (Persero) Dwi Sutoro mengungkapkan dengan meningkatkan produktivitas perkebunan sawit hingga 5 ton CPO per hektare, Indonesia bisa mencapai produksi sawit sebesar 80 juta ton per tahun, yang cukup untuk memenuhi program B50.
Dwi menyebut bahwa produktivitas perkebunan sawit nasional saat ini masih tergolong rendah, rata-rata sekitar 3 ton CPO per hektare.
Rata-rata produksi ini dapat dilihat dari luasnya lahan sawit nasional yang mencapai 16,2 juta hektare, namun produksi tahunannya berada di kisaran 48-50 juta ton.
Baca juga: Wamentan targetkan Indonesia jadi penentu harga sawit di dunia
“Artinya, kalau dibagi rata dengan luasan lahan, produktivitas sawit nasional masih tergolong rendah,” kata Dwi.
Meski demikian, Dwi mengatakan tidak semua kebun kelapa sawit produktivitasnya rendah. Beberapa perkebunan kelapa sawit, kata dia, mampu menghasilkan 6 ton per hektare, salah satunya beberapa kebun yang dikelola oleh PTPN.
“Namun, jika dihitung secara merata, produktivitas sawit yang baik paling tidak bisa menghasilkan 5 ton per hektare,” ucapnya.
Dwi menuturkan bahwa PTPN mulai tahun ini berfokus membantu pemerintah dalam meningkatkan produktivitas lahan melalui peremajaan atau replanting. Adapun peremajaan dilakukan pada lahan-lahan plasma yang berhubungan dengan PTPN. PTPN memiliki target replanting 40 ribu hektare pada tahun depan.
Dwi mengatakan partisipasi perusahaan swasta dalam replanting menjadi sangat penting. Untuk itu, dia berharap Rumah Sawit Indonesia dapat mendorong para anggotanya untuk mengambil peran tersebut.
Baca juga: ESDM sebut perlu sembilan pabrik biodiesel tambahan untuk produksi B50
Menurut Dwi, praktik peremajaan sawit yang ideal adalah dengan mengganti 4 persen dari total luas kebun setiap tahun. Artinya, jika total luas kebun adalah 100.000 hektar, maka 4.000 hektar harus diremajakan. Praktik ini didasarkan pada siklus hidup pohon sawit yang produktif hingga usia 25 tahun.
Dalam upaya mendukung ketahanan pangan dan energi nasional, pemerintah saat ini tengah fokus melakukan optimalisasi sektor perkebunan kelapa sawit melalui intensifikasi dan peremajaan, salah satunya melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR).
Berdasarkan data pemerintah, selama periode 2016 sampai Oktober 2024, pemerintah telah menyalurkan dana PSR sebesar Rp9,85 triliun kepada 158 ribu pekebun dengan total luas lahan 357 ribu hektare.
Untuk percepatan program PSR, pemerintah telah meningkatkan nilai dana PSR dari Rp30 juta per hektare menjadi Rp60 juta per hektare. Selain itu, Pemerintah sedang melakukan revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022 terkait simplifikasi persyaratan pengajuan program PSR.
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024