Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan pneumonia masih dinilai sebagai pembunuh senyap, karena menyerang paru-paru, melelahkan napas, dan bahkan menyebabkan kematian, terutama pada anak.
“Pneumonia ini terus menjadi ancaman serius bagi anak-anak di dunia. Kematian akibat pneumonia itu terjadi setiap 43 detik. Ini berarti 700 ribu anak meninggal setiap tahunnya karena pneumonia, sebuah penyakit yang sebenarnya bisa dicegah,” katanya pada Puncak Hari Pneumonia Sedunia di Kantor Kemenkes, Jakarta, Senin.
Pneumonia, katanya, merupakan peradangan paru-paru akibat infeksi akut pada saluran pernapasan, yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.
Baca juga: Cara sederhana untuk menghindarkan anak dari pneumonia
Dia menjelaskan pada balita, gejala yang paling dominan atau sering muncul adalah batuk, kesulitan bernapas dan tanda pneumonia berat seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas. Penyebab yang paling berpengaruh lainnya adalah paparan asap rokok.
Dia mengingatkan para orang tua yang masih merokok di rumah, rokoknya tidak hanya berbahaya untuk kesehatan diri sendiri, tetapi juga bisa melemahkan kondisi paru-paru anaknya.
“Data statistik menunjukkan anak-anak yang ada di lingkungan orang tuanya perokok lebih gampang terkena pneumonia dibandingkan dengan anak-anak yang orang tuanya tidak merokok,” katanya.
Hari Pneumonia Sedunia, katanya, yang diperingati setiap tanggal 12 November, menjadi momentum penting untuk melindungi anak-anak dari pneumonia dan melawan pneumonia pada anak. Sebagai bagian dari transformasi kesehatan, khususnya pada layanan kesehatan primer, pemerintah terus berupaya mencegah terjadinya pneumonia pada anak-anak melalui berbagai langkah, seperti upaya pencegahan dengan vaksinasi dan menjaga lingkungan tetap sehat.
“Namun, imunisasi hanyalah salah satu bagian kecil dari upaya mengatasi pneumonia. Upaya lainnya adalah memenuhi kualitas gizi pada anak-anak supaya kekebalan tubuhnya meningkat, di antaranya dengan memberikan ASI eksklusif serta penyediaan nutrisi yang baik bagi tumbuh kembang anak-anak,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Yudhi Pramono mengatakan pneumonia merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian terbesar pada balita di Indonesia.
Data WHO tahun 2021 menunjukkan pneumonia menyebabkan 740.000 kematian pada anak di bawah usia 5 tahun, atau setara dengan 14 persen dari total kematian balita di seluruh dunia.
Baca juga: Cara menghitung nafas cepat untuk deteksi pneumonia pada anak
Baca juga: IDAI: Atasi faktor risiko secara simultan guna cegah pneumonia anak
“Ini menunjukkan bahwa pneumonia ancaman nyata bagi kesehatan anak-anak,” kata Yudhi.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan pada 2023, katanya, pneumonia menempati peringkat pertama sebagai penyakit dengan biaya pengobatan tertinggi, yaitu Rp8,7 triliun, diikuti oleh tuberculosis (TB), penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, dan kanker paru.
Pemerintah Indonesia berkomitmen mendukung tujuan SDGs, yaitu memastikan kehidupan sehat dan kesejahteraan bagi semua usia. "Untuk itu, pemerintah menargetkan penurunan angka kematian balita akibat pneumonia serta pengurangan insiden pneumonia pada balita hingga 70 persen secara nasional," ujarnya.
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024