Peta jalan tersebut akan diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bersama World Resources Institute (WRI) Indonesia sedang menyusun dokumen Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional yang menjadi bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
“Peta jalan tersebut akan diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional Indonesia. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Indonesia berkomitmen untuk menjadi negara yang berdaulat dan berkelanjutan pada tahun 2045,” ungkap Wakil Menteri PNN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard dalam United Nations Climate Change Conference di Paviliun Indonesia COP29 (Conference of the Parties 29) dengan tema "Charting Indonesia Forward as a Green Global Battery Hub” di Baku, Azerbaijan, dikutip dari keterangan resmi Bappenas di Jakarta, Senin.
Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional disusun untuk menjawab tantangan besar yang dihadapi industri nikel Indonesia.
Selama 10 tahun terakhir, kebijakan hilirisasi disebut berhasil meningkatkan pendapatan sektor nikel sebesar dua kali lipat. Namun, sektor ini juga menjadi penyumbang signifikan emisi gas rumah kaca.
Peta jalan ini ditargetkan membantu pemerintah dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi negara maju dan mencapai net zero emissions (nol emisi karbon).
“Sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia berpeluang besar memaksimalkan potensi ini. Namun, kita harus memastikan pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan sejalan dengan komitmen nasional untuk menekan dampak lingkungan, khususnya emisi GRK. Dengan pendekatan yang berkelanjutan, kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi dan tetap memenuhi tujuan iklim nasional,” ujar Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan Kementerian PPN/Bappenas Nizar Marizi.
Implementasi Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nasional terbagi tiga fase, yaitu inisiasi, akselerasi, dan ekspansi.
Fokus utama adalah riset, perencanaan, dan pembuatan kebijakan terkait infrastruktur Energi Baru Terbarukan (EBT) di wilayah industri nikel.
Selanjutnya, fase akselerasi menargetkan pembangunan sistem transmisi listrik dan penyimpanan energi yang terhubung dengan sumber EBT.
Terakhir, fase ekspansi memperluas adopsi pembangkit EBT dan teknologi rendah karbon dalam proses produksi di smelter nikel dan pabrik baterai, mendorong Indonesia menjadi pusat baterai hijau dunia.
”Sulawesi sebagai produsen utama nikel dan kobalt dianugerahi potensi EBT, seperti angin yang terletak di selatan pulau dan panas bumi yang terletak di bagian utara. Untuk itu, pemerintah mendorong kerja sama global untuk berinvestasi membangun industri yang terhubung dengan EBT, sehingga dekarbonisasi dapat tercapai,” kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi.
Selain dirancang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam transisi energi hijau, peta ini juga disusun guna memastikan pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
“Meningkatkan skala penyimpanan energi merupakan kunci pencapaian target transisi energi global. Pada COP29, diusung salah satu target untuk membangun penyimpanan energi sebesar 1,500GW (Gigawatt) pada 2030 atau kenaikan enam kali lipat dari 2022. Indonesia dapat mengambil peran sebagai produsen baterai dunia dengan tetap memitigasi dampak iklim, lingkungan, dan sosial yang ditimbulkan,” ucap Direktur Energi di World Resources Institute Jennifer Layke.
Baca juga: PLN-Sembcorp-TGI garap proyek pipa hidrogen hijau terbesar di ASEAN
Baca juga: Pemerintah siapkan energi ekonomis dan bersih bagi industri
Baca juga: Kendaraan listrik dinilai bukan satu-satunya menuju dekarbonisasi
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2024