“Satu, kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum), harus dimaksimalkan sosialisasi dan literasi, serta proaktif menyampaikan semua jenis informasi. Kemudian, perbaikan regulasi dan standardisasi supaya tidak terjadi misinterpretasi dengan pemilih,”

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Informasi (KI) Pusat Donny Yoesgiantoro mengungkapkan bahwa lembaganya memberikan tiga rekomendasi terkait penyelenggaraan tahapan Pilkada 2024 berdasarkan catatan pemantauan dan evaluasi.

“Satu, kepada KPU (Komisi Pemilihan Umum), harus dimaksimalkan sosialisasi dan literasi, serta proaktif menyampaikan semua jenis informasi. Kemudian, perbaikan regulasi dan standardisasi supaya tidak terjadi misinterpretasi dengan pemilih,” kata Donny dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Rekomendasi kedua, kata dia, agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meningkatkan sosialisasi dan literasi mengenai cara partisipasi publik terlibat dalam pengawasan pemilu. Selain itu, Bawaslu perlu proaktif dalam menyampaikan jenis informasi sesuai dengan Standar Layanan Informasi Publik (SLIP), dan saluran pengaduan untuk masyarakat yang mengetahui indikasi kecurangan dalam Pilkada 2024.

“Kemudian untuk Komisi Informasi, karena kami terdiri dari Komisi Informasi Daerah, dan Komisi Informasi Pusat, memaksimalkan sosialisasi dan literasi kepada penyelenggara pemilu, mekanisme mendapatkan informasi dan sengketa informasi di sisi publik, serta meningkatkan koordinasi dan keterlibatan dalam kebijakan program dan kegiatan terkait keterbukaan informasi publik,” jelasnya.

Sementara itu, dia menjelaskan bahwa beberapa catatan hasil pemantauan dan evaluasi KI Pusat di lapangan adalah masih terdapat miskomunikasi oleh penyelenggara pemilu karena perbedaan pemahaman keterbukaan informasi publik.

“Kedua, tidak hanya perbedaan, tetapi belum meratanya pemahaman keterbukaan informasi publik di Komisi Pemilihan Umum, dan penyelenggara pemilu lainnya,” ujarnya.

Berikutnya, KI Pusat menemukan masih terdapat banyak pemilih yang belum mendapatkan informasi yang cukup mengenai jadwal dan mekanisme pemilihan.

“Keempat, kesalahan data pada saat pendataan pemilih karena data kurang sinkron, dan kurang komunikasi antar pemegang data,” katanya.

Kelima, lanjut dia, akses data terkendala teknis tingkat pendidikan dan aksesibilitas internet. Kemudian, mekanisme pengaduan sengketa informasi belum tersosialisasikan dengan baik.

“Ketujuh, sosialisasi pemilihan di luar negeri masih terkendala, terutama pada saat penyusunan DPT (daftar pemilih tetap). WNI, warga negara Indonesia tidak mendapatkan informasi yang cukup berupa tahapan, jadwal, dan mekanisme,” jelasnya.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024