OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia

Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II 2024, mendorong perbankan terus memperkuat permodalan dalam menghadapi berbagai risiko ke depan, utamanya terkait risiko pasar dan likuiditas.

Selain itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bank juga perlu menjaga coverage cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) secara memadai.

"Ke depan, tetap perlu diperhatikan risiko perbankan utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti risiko ketidakpastian suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik," kata Dian di Jakarta, Senin.

OJK menerbitkan LSPI Triwulan II 2024 yang memuat overview dan analisis kondisi perekonomian global dan domestik serta kaitannya dengan perkembangan kinerja, penyaluran kredit dan atau pembiayaan, serta profil risiko yang dihadapi oleh perbankan.

OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia.

Hal tersebut dilakukan seiring dengan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.

Dian menuturkan pada periode laporan, kondisi perekonomian global relatif stagnan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, serta pertumbuhan ekonomi negara-negara yang masih terdivergensi.

Ekonomi Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Inggris tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun ekonomi Tiongkok justru cenderung belum cukup kuat seiring lemahnya permintaan domestik dan berlanjutnya tekanan sektor properti.

Ketidakpastian pasar keuangan global yang masih cukup tinggi, antara lain dipengaruhi oleh laju penurunan inflasi yang masih berada di atas target, mendorong bank sentral AS atau The Fed mempertahankan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) tinggi dalam jangka waktu lama (high for longer) hingga Juni 2024 dan baru melakukan pemangkasan FFR pada Federal Open Market Committee (FOMC) September 2024.

Selain itu, perlu diperhatikan juga faktor risiko seperti perkembangan konflik geopolitik di Timur Tengah dan Ukraina, disrupsi jalur perdagangan di Laut Merah, dan faktor perubahan iklim yang berpotensi memicu peningkatan harga komoditas dan inflasi ke depan.

Kekhawatiran juga menyelimuti pasar seiring meningkatnya ketidakpastian kondisi politik AS menjelang pemilu presiden AS yang diselenggarakan pada November 2024, sebut laporan triwulan II 2024 tersebut.

Di tengah perkembangan global tersebut, pada triwulan II 2024, ekonomi domestik tetap terjaga meskipun sedikit melandai, antara lain ditopang oleh pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi meskipun pertumbuhan konsumsi, investasi, dan pengeluaran pemerintah melambat dibandingkan triwulan II 2023.

Secara umum, lanjut dia, pertumbuhan konsumsi domestik yang melambat juga ditengarai merupakan implikasi dari berakhirnya efek stimulus dari periode pemilihan umum dan Ramadhan serta diikuti oleh kondisi pasar tenaga kerja yang belum pulih sepenuhnya.

Ekonomi domestik yang tetap kuat juga tercermin pada indikator perbankan di triwulan II 2024 sebagaimana terlihat pada pertumbuhan kredit (bank umum) yang masih cukup baik yaitu sebesar 12,36 persen (yoy), meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya (7,76 persen, yoy).

Pertumbuhan kredit tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan dari segmen korporasi yang baik sejalan dengan penjualan yang baik dan kemampuan bayar yang kuat. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) juga masih tumbuh yaitu sebesar 8,45 persen (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya (5,79 persen, yoy) sehingga menjadi salah satu faktor pendorong terjaganya likuiditas perbankan.

Selanjutnya, OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat.

OJK senantiasa mengimbau perbankan untuk memperhatikan kualitas pelaksanaan restrukturisasi kredit sekaligus terus mengkaji prospek pemulihan debitur. Namun demikian, bank diminta untuk tetap melakukan pengawasan dan monitoring yang ketat untuk mencegah timbulnya pemburukan kredit di masa depan.

Guna mengukur ketahanan bank, OJK meminta agar bank secara rutin melakukan stress test dan asesmen terhadap kekuatan permodalannya untuk mengukur kemampuannya dalam menyerap potensi penurunan kualitas kredit restrukturisasi.

Baca juga: OJK: Penyaluran kredit perbankan di Jambi capai Rp53,62 triliun
Baca juga: OJK dan FSS Korea perkuat kerja sama pengawasan sektor jasa keuangan
Baca juga: OJK gencarkan edukasi keuangan ke komunitas perempuan


Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024