Sayangnya, menciptakan praktik demokrasi yang transparan di tengah kemajuan teknologi digital tidaklah mudah. Dinamika politik kini dihadapkan pada tantangan baru, yakni ancaman keamanan siber. Era digital memang membawa banyak kemudahan, salah satunya dimanfaatkan untuk berkampanye secara daring.
Namun, kemajuan ini juga membuka peluang bagi sekelompok orang untuk memengaruhi opini publik dengan penyebaran hoaks, mencuri data, dan tindakan-tindakan kejahatan siber lainnya.
Oleh sebab itu, seluruh pihak perlu bahu- membahu menjaga keamanan siber pada tahun politik ini demi menciptakan Pilkada 2024 yang transparan, adil, dan aman.
Bukan hanya Pemerintah beserta penyelenggara pilkada, peran serta generasi muda dalam menciptakan pilkada yang transparan juga dibutuhkan.
Transparansi pilkada penting karena untuk memastikan bahwa setiap tahapan, mulai dari pendataan pemilih, pencalonan, kampanye, hingga penghitungan suara, harus berlangsung jujur dan terbuka.
Tanpa transparansi, hajatan politik tersebut bisa dicederai oleh praktik korupsi, manipulasi suara, hingga disinformasi yang merugikan kepentingan rakyat. Ancaman ini pun tak luput dari perhatian Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.
Sebagai upaya menciptakan pilkada yang transparan, Komisioner KPU DKI Jakarta Fahmi Zikrillah menyebut sudah menyediakan aplikasi sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) dan siap digunakan oleh masyarakat pada Pilkada 2024.
Aplikasi ini menjadi bagian dari pelaksanaan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Prinsip Penyelenggaraan Pemilu, salah satunya prinsip terbuka.
Tantangan keamanan siber
Teknologi digital memang membantu untuk mewujudkan pilkada yang transparan. Namun, ada sisi lain yang juga membawa tantangan baru, yakni menjaga keamanan siber dalam setiap proses dan tahapan pilkada.
Para ahli bahkan sudah menengarai bahwa kejahatan siber dapat meningkat pada tahun politik. Salah satunya Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian yang memprediksi serangan siber akan meningkat, mengingat semakin luasnya penggunaan ruang digital untuk kampanye dan aktivitas politik.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi menyampaikan terdapat beberapa kejahatan siber yang banyak terjadi dengan memanfaatkan momen pilkada seperti saat ini.
Contohnya, peretasan, pengambilan data, hoaks, penyebaran ujaran kebencian maupun doxing, phising (menipu untuk mendapat data pribadi), penipuan online, dan penyalahgunaan data atau identitas.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024