Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dijadwalkan, Sabtu (21/10), di Sidoarjo, Jawa Timur, akan menetapkan keputusan terakhir penanganan lumpur PT Lapindo Brantas yang kondisinya masih belum tertangani. "Dengan kondisi tanggul yang rata-rata di atas 7 meter serta bukan menggunakan material yang disyaratkan, maka harus ada keputusan," kata Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto, Kamis. Menurutnya, harus ada cara untuk menyelamatkan infrastruktur di sekitar semburan, seperti jalan tol, jalan arteri, rel kereta api, antara lain dengan menyalurkan lumpur ke tempat lain. Wakil Presiden masih berkeyakinan lumpur akan dapat berhenti. Saat ini tengah diupayakan menghentikan lumpur dengan melakukan pengeboran (relief wheel) setelah dua cara serupa mengalami kegagalan. Menteri PU mengemukakan dari sudut pandang sebagai ahli sebenarnya pesimis lumpur akan berhenti dalam waktu dekat, apalagi kapasitas semburan semakin bertambah dari 40.000 meter kubik menjadi 120.000 meter kubik per hari. Saat ini sudah ada dua pompa untuk membuang lumpur ke Sungai Porong dengan kapasitas masing-masing 1.000 meter kubik per jam atau 20.000 meter kubik apabila dioperasikan 20 jam nonstop. Menjelang Lebaran, jalan tol Porong - Gempol sepanjang 1 kilometer akan dijaga 24 jam melalui petugas gabungan dari PTB Jasa Marga dan Prajurit TNI, sehingga apabila terjadi gejala luber dapat segera ditutup. Di samping pompa, juga dilakukan pembuangan menggunakan truk di kawasan Ngoro dan Krian untuk nantinya akan dicoba untuk dibuat sebagai bahan bangunan, ucap Menteri PU. Sementara Dirjen Sumber Daya Air, Siswoko, yang juga ahli bendungan mengatakan ketinggian tanggul yang paling aman tidak boleh lebih dari enam meter. Lebih dari itu sangat membahayakan apabila sampai jebol. Menurutnya, seharusnya sejak awal untuk penampungan lumpur dibuatkan bendungan yang memiliki perhitungan konstruksi lebih kuat serta sudah mempertimbangkan faktor keselamatan. "Saya mengkhawatirkan cara-cara membuat tanggul dengan ketinggian seperti itu akan membahayakan, apalagi materialnya juga tidak dipertanggungjawabkan asal-usulnya," tambahya. (*)

Copyright © ANTARA 2006