Wisatawan tidak hanya menikmati alam dan budaya tapi juga berkontribusi mendukung pelestarian budaya dan kesejahteraan masyarakat Jatiluwih
Denpasar (ANTARA) - Pengelola Daya Tarik Wisata (DTW) Desa Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Bali, menerapkan upaya regeneratif guna memastikan keberlanjutan dan meningkatkan lingkungan, budaya dan masyarakat sebagai langkah berikutnya untuk memaknai penghargaan dari Organisasi PBB bidang Pariwisata Dunia, UNWTO.

“Langkah itu akan memperluas manfaat pariwisata. Wisatawan tidak hanya menikmati alam dan budaya tapi juga berkontribusi mendukung pelestarian budaya dan kesejahteraan masyarakat Jatiluwih,” kata Manajer DTW Jatiluwih I Ketut Purna dihubungi di Denpasar, Bali, Minggu.

Adapun upaya regeneratif itu yakni melestarikan sistem subak, peningkatan infrastruktur ramah lingkungan, melibatkan wisatawan dalam pelestarian dan mendukung pertanian organik.

Kemudian, pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan meningkatkan kualitas kerajinan, pengembangan kuliner tradisional dan seni budaya, hingga perbaikan rumah penduduk yang dapat difungsikan sebagai rumah penginapan (homestay).

Ia mengungkapkan implementasi kearifan lokal masyarakat Bali yakni Tri Hita Karana menjadi landasan yang mengantarkan desa yang berada di lereng Gunung Batukaru itu masuk 55 desa wisata di dunia dengan predikat baik atau Best Tourism Villages edisi keempat pada 2024.

Baca juga: DTW Jatiluwih Bali tambah kantong parkir hadapi lonjakan pengunjung

Baca juga: Wisatawan tahunan ditarget naik 70 persen berkat Jatiluwih Festival


Filosofi lokal itu menekankan tiga keharmonisan hubungan manusia dengan manusia, alam dan spiritualitas.

Adapun sistem subak sebagai sebuah sistem pengelolaan irigasi pertanian berbasis komunitas yang ada sejak seribu tahun lalu itu berperan besar diraihnya penghargaan dunia tersebut.

Subak bukan hanya teknik irigasi, tetapi juga simbol harmoni dan ketahanan komunal, yang mencerminkan hubungan mendalam antara masyarakat Bali dan lingkungannya.

"Ini juga yang menjadi motivasi kami untuk terus menjaga harmoni antara manusia, alam dan spiritualitas. Penghargaan ini menjadi tanggung jawab kami memastikan tidak hanya berkelanjutan tapi juga regeneratif," katanya.

Pada tahun 2012, Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel bersama sistem subaknya diakui sebagai situs warisan dunia dari Organisasi PBB Bidang Pendidikan, Sosial dan Budaya (UNESCO) pada 2012.

Hingga saat ini, kawasan terasering persawahan dengan sistem subak menjadi identitas Jatiluwih yang tetap lestari meski menjadi daerah tujuan wisata.

Sebelumnya, UNWTO atau UN Tourism mengumumkan 55 desa wisata dengan predikat baik atau Best Tourism Villages yang diterima langsung oleh I Ketut Purna di Kolombia pada Jumat (15/11)

Desa Jatiluwih terpilih dari total 260 desa wisata lain yang berasal dari 60 negara anggota UN Tourism.

UN Tourism menyebutkan 55 desa wisata dengan predikat baik itu dinilai berdasarkan sembilan indikator yakni sumber daya alam dan budaya, promosi dan konservasi budaya, keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan, integrasi rantai nilai dan pembangunan pariwisata, tata kelola dan prioritasi pariwisata, konektivitas dan infrastruktur serta keselamatan, keamanan dan kesehatan.

Selain Desa Jatiluwih, Desa Wukirsari Kapanewon Imogiri di Bantul, DI Yogyakarta juga meraih penghargaan serupa.

Baca juga: Bupati Tabanan komitmen pertahankan warisan budaya Subak Jatiluwih 

Baca juga: Partisipan World Water Forum disambut pentas tari di DTW Jatiluwih

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024