Surabaya (ANTARA) - Pada Sabtu pagi yang cerah, para santri putra Pesantren Dzunnuroin di Surabaya antusias bercocok tanam dan melakukan komposter di sepetak lahan yang berlokasi di dekat pesantren Jalan Tengger Raya 1 B Nomor 46, Kandangan, Kecamatan Benowo.

Bisa bercocok tanam di Surabaya termasuk istimewa mengingat makin menyempitnya lahan pertanian di kota tersebut akibat beralih fungsi untuk permukiman dan industri.

Aktivitas bercocok tanam dan membuat kompos dari bahan organik yang mudah membusuk seperti sisa makanan, daun, dan rerumputan tersebut dilakukan pada Sabtu dan Minggu, usai berolah raga pagi di halaman pesantren maupun di lapangan Kandangan.

Dengan masih mengenakan jubah atau gamis-- beberapa santri mengenakan sarung--tampak didampingi sejumlah ustadz. Mereka menanam aneka pohon yang dimasukkan ke sejumlah polybag warna hitam sebagai pengganti pot. Polybag ini memiliki lubang-lubang sirkulasi air pada tanaman.

"Kami berhasil menanam buah tin Red Palestine dan jenis Prancis," ujar seorang ustadz sambil menunjukkan dua jenis buah berwarna merah dan hijau pada telapak tangannya serta meminta untuk merasakan salah satu buah tersebut.

Buah tin merupakan buah istimewa dalam Islam karena disebutkan dalam Al-Qur'an dan menjadi nama dari salah satu surat, yaitu Surat At-Tin. Buah tin juga disebut sebagai buah ara atau fig dalam bahasa Inggris.

Menurut mereka, buah tin mulai populer di Surabaya dan dijual di sejumlah supermarket atau swalayan.

Pesantren juga akan berupaya membudidayakan tanaman telang, yang memiliki bunga warna ungu dan bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker, hingga antidiabetes. Tanaman yang mulai popular ini bunganya bisa dibuat untuk minuman.

Sebuah gudang tampak di antara lahan budi daya tanaman tempat menyimpan barang-barang bekas yang bisa didaur ulang dan dijual kembali kepada pengepul yang biasa keliling di komplek perkampungan.
Pesantren Dzunnuroin di Jalan Tengger Raya 1B Nomer 46, Kandangan, Kecamatan Benowo, Surabaya. ANTARA/Agus Setiawan/am.

Pesantren Putra Dzunnuroin menyatu dengan perkampungan penduduk. Awalnya sebuah kelompok pengajian kecil, kemudian pengelola berhasil membeli lahan warga. Lahan di tempat tersebut kini harganya sudah empat kali lipat dari harga sebelumnya. Kini harganya Rp4 juta hingga Rp6 juta per meter persegi.

Sebelumnya, pesantren ini berlokasi di Jalan Tengger Kandangan yang menyatu dengan kompleks perumahan. Tempat tersebut  sekarang ini dikhususkan untuk pesantren putri dan taman pendidikan kanak-kanak di lokasi perumahan yang sama. Pesantren putra dipindah ke Tengger Raya.

"Setiap hari ada pembiasaan kepada para santri tentang (gaya hidup) ramah lingkungan seperti dalam memilah sampah organik dan anorganik. Santri juga dididik untuk menanam dan buat  komposter. Juga memilah (sampah) yang bisa dijual lagi. Kita juga berupaya meminimalisasi sampah," ujar pengasuh pesantren, Ustadz Reyza Haju.
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024