“Kalau bicara dilarang, sebenarnya (BPA) sudah lama dilarang di beberapa negara. Itu sudah ada dalam kesepakatan bahan-bahan kimia yang kategorinya berbahaya,” katanya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Prof Chalid merupakan salah satu tim ahli Indonesia pada pertemuan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5) yang akan dilaksanakan di Busan, Korea Selatan, akhir November 2024.
Sesi kelima Komite Negosiasi Antar-Pemerintah (INC-5) untuk mengembangkan International Legally Binding Instrument (ILBI) atau instrumen hukum internasional yang mengikat (ILBI) tentang polusi plastik, termasuk di lingkungan laut dijadwalkan 25 November hingga 1 Desember 2024.
“Konteks dengan ILBI, itu sudah disarankan oleh tim ahli, dalam hal ini pertemuan Bangkok lalu, yang direkomendasikan untuk mengacu pada konsensus-konsensus yang sudah dilakukan seperti di Rotterdam dan Perancis, salah satu di antaranya (yang direkomendasikan dilarang) senyawa BPA,” katanya.
Menurutnya, isu bahan kimia berbahaya pada kemasan plastik untuk manusia dan lingkungan sudah menjadi isu global. Kekhawatiran dunia internasional terhadap sampah plastik bukan hanya karena sampah plastiknya.
Banyak bahan kimia yang disebutkan dan berkaitan dengan risiko kesehatan, diantaranya adalah BPA, tambahnya, sehingga hal ini menjadi masalah bukan hanya masalah nasional, tapi juga regional, bahkan jadi masalah global,
"BPA bisa masuk dalam chemical of concern itu banyak hal. Pertama, yang menjadi hal penting adalah kaitan dengan kesehatan. Kalau kaitan dengan kesehatan itu nomor satu," katanya.
Terlebih, lanjutnya, bahan kimia tersebut saat ini kerap digunakan untuk kemasan pangan, termasuk galon guna ulang.
Mengenai bahaya BPA pada kemasan polikarbonat, Chalid menyatakan bahwa proses distribusi dan bagaimana kemasan polikarbonat diperlakukan, sangat memengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.
Seringkali kemasan polikarbonat yang didistribusikan pada masyarakat terpapar oleh sinar matahari secara langsung, tambahnya paparan suhu yang tinggi pada kemasan air minum polikarbonat dapat meningkatkan risiko peluruhan BPA ke dalam air.
Dikatakannya, selain faktor suhu yang tinggi, terdapat beberapa faktor lain yang berisiko dapat membuat kemasan air berbahan polikarbonat menjadi lebih rentan, misalnya, banyak galon polikarbonat bermerek masuk ke depot isi ulang, kemudian melalui proses pencucian menggunakan deterjen dan digosok tidak semestinya, kemudian kembali lagi ke pabrik untuk digunakan ulang
Baca juga: BRIN: Galon kuat polikarbonat aman digunakan karena migrasi BPA kecil
Baca juga: IDI: BPA jadi ancaman kesehatan bukan masalah persaingan bisnis
Baca juga: Masyarakat diimbau tak khawatir isu BPA berdampak kesehatan
Pewarta: Subagyo
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024