Batam (ANTARA) - Pohon-pohon, bunga, dan tanaman cabai di polybag itu tampak seperti oasis di tengah udara terik dan suasana gersang di salah satu pulau terluar di wilayah Kota Batam, Kepulauan Riau.

Oasis di Pulau Pemping itu adalah buah dari perjuangan masyarakat dalam menciptakan ketahanan pangan yang dimotori oleh seorang wanita tangguh, yang dari kecil sudah hobi bertanam.

Sariah adalah ketua dari Kelompok Wanita Tani (KWT) Pemping Bersemi yang memulai memelopori usaha itu sejak Januari 2023. Bersama dengan 18 anggotanya, ia ingin produktif, sembari menunggu suami pulang dari aktivitas mencari ikan di laut.

Ibu-ibu rumah tangga tersebut berkumpul untuk merawat tanaman-tanaman yang sudah hampir dua tahun ini bertahan dan berkembang di pekarangan rumah-rumah serta di areal komunal yang dikelola bersama.

Kegiatan kaum perempuan itu merupakan bagian dari program pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan, penyediaan pasokan bahan baku yang terbatas di area yang jauh dari perkotaan, serta untuk menambah penghasilan rumah tangga.​​​​​​​

Sariah bercerita bahwa Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dinas KP2) Pemerintah Kota Batam sudah mendampingi dari awal perjalanan mereka, dari pembenihan dan perawatan 260 polybag, hingga kini, menjadi lebih dari 400 polybag tanaman cabai.

Dinas KP2 memberi pelatihan kepada kelompok tani, seperti KWT Pemping Bersemi. Tujuannya sederhana, tetapi berdampak besar, yakni mendorong masyarakat untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Di pulau-pulau terluar, tidak mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan sejumlah bahan baku, seperti cabai, gula, beras, dan bahan-bahan lainnya. Masyarakat harus naik perahu ke Pulau Belakangpadang untuk memenuhi kebutuhan atau membeli di warung-warung di pulau lain yang menjual bahan itu, dengan harga lebih mahal.

Dengan kegiatan produktif tersebut, bahan baku cabai bisa dengan mudah dipenuhi oleh ibu-ibu, tanpa harus bergantung pada tengkulak atau pedagang warung yang pada saat barang langka, sering kali menaikkan harga.

Hampir dua tahun berjalan, kelompok tani itu telah memberikan hasil yang memuaskan. Meski skala produksi belum besar, panen cabai secara rutin setiap dua pekan menjadi sumber penghasilan tambahan bagi para anggota kelompok.

Kelompok tersebut dapat menjual sekilo cabai di harga Rp70 ribu untuk warga kampung, yang jauh lebih murah dari pada di pasar yang bisa mencapai Rp120 ribu.

Selain untuk dijual, hasil panen juga disisihkan untuk kebutuhan anggota. Uang dari penjualan cabai disimpan dalam kas kelompok, yang biasanya dibagikan kepada anggota di akhir tahun.​​​​​​​

Sariah dan anggota kelompoknya tidak menerima keuntungan yang banyak, tapi mereka senang sudah bisa membantu warga pulau dan terus lanjut dengan usaha kecil mereka.

Meskipun demikian, perjalanan Sariah dan kelompoknya tidak selalu mulus. Pada Februari 2024, banjir air asin melanda pulau itu, sehingga mengganggu tanaman sayuran yang sudah tumbuh subur.

Air menggenangi tanaman cabai yang berada di areal bersama, membuat para ibu-ibu sempat khawatir usahanya akan sia-sia. Menghadapi keadaan alam seperti itu, tidak membuat semangat Sariah dan kawan-kawan patah semangat. Ia dan anggota kelompok justru menemukan ide menggali parit agar banjir air asin bisa dialirkan ke lokasi lain dan tanaman sayuran terselamatkan.

Setelah banjir surut dan hujan deras, tanaman yang sempat rusak perlahan kembali segar dan tumbuh tunas baru.

Berkaca dari pengalaman itu, kini mereka membuat tempat khusus untuk meletakkan polybag-polybag agar tidak langsung menyentuh tanah, sehingga jika sewaktu-waktu ada banjir rob, tanaman tidak terganggu.

Pekarangan dan parit yang dibangun oleh ibu-ibu tersebut berada di area terbuka yang langsung berhadapan dengan Matahari, sehingga kebutuhan cahaya untuk tanaman terpenuhi.

Pelaksana Pengelola Program Penyuluhan Dinas KP2 Kota Batam Siti Nurbaya sedang melihat kondisi tanaman cabai KWT. (ANTARA/Amandine Nadja)

Di areal bersama ini, kelompok tani juga menanam sayuran, seperti bayam dan kangkung, untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual ke warung.

Seperti penanaman cabai yang digalakkan, penanaman sayur juga merupakan program dari dinas KP2 untuk mendorong penganekaragaman konsumsi sayuran dalam tiap rumah tangga.

Komunikasi antara kelompok tani dan dinas itu berjalan dengan baik. Penyuluh dari Dinas KP2 Kota Batam Siti Nurbaya selalu hadir menyambangi warga kelompok tani untuk mendampingi dan memberikan saran terkait masalah yang dihadapi.

Selain hadir langsung menemui kaum perempuan kelompok tani, penyuluh itu juga selalu memberikan informasi dan solusi melalui grup WA yang dibuat oleh dinas KP2 untuk memudahkan komunikasi. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi itu, maka monitoring dari dinas juga lebih mudah.

Siti menilai keberlanjutan program KWT sangat bergantung pada konsistensi kelompok, sedangkan pemerintah daerah hanya memberikan dukungan teknis dan motivasi agar mereka tidak mudah menyerah pada keadaan yang mungkin menjadi penghambat.

Semangat dari kelompok tani itu juga bermanfaat bagi kelangsungan usaha mandiri tersebut, karena saat ini KWT di Pulau Pemping itu sudah berjalan, dan suatu saat tidak diperlukan lagi pendampingan. Bahkan, dari pengalamannya, mereka bisa menjadi pendamping bagi kelompok tani lain untuk memulai berusaha.

Pulau Pemping, yang selama ini dikenal sebagai kawasan terdepan, terluar, dan tertinggal (3T), telah mampu menjadi contoh bagaimana masyarakat lokal mampu mengatasi tantangan geografis dan kemudian menciptakan peluang usaha yang hasilnya dapat dirasakan bersama oleh masyarakat banyak.

Kelompok wanita tani ini tidak hanya membawa manfaat ekonomi, tetapi juga membangun rasa percaya diri dan solidaritas di antara anggotanya.

Dengan dedikasi dan kerja keras, Sariah dan anggota KWT telah menunjukkan bahwa semangat pantang menyerah adalah kunci untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Pulau yang dahulu terasa gersang, kini mulai bersemi dan sejuk, tidak hanya dengan tanaman, tetapi juga dengan harapan baru mengenai kemandirian pemenuhan sebagian kebutuhan pangan.


Tim Penyuluh dari Dinas KP2 Kota Batam bersama ibu-ibu KWT Pemping Bersemi (ANTARA/Amandine Nadja)

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024