Jadi menurut saya, literasi keuangan yang sangat penting di masyarakat, ada kesadaran, pemahaman, bukan hanya secara teknis, tapi konsekuensi hukum, maupun konsekuensi ekonomi, sosial, dan sebagainya
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Adinda Tenriangke Muchtar, menilai pentingnya strategi penguatan literasi digital dan keuangan, serta kolaborasi lintas sektor dalam pemberantasan perjudian daring (judi online) di Indonesia.

"Jadi menurut saya, literasi keuangan yang sangat penting di masyarakat, ada kesadaran, pemahaman, bukan hanya secara teknis, tapi konsekuensi hukum, maupun konsekuensi ekonomi, sosial, dan sebagainya," kata Adinda yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Menurut Adinda, literasi digital perlu diperluas agar masyarakat tidak hanya memahami aspek teknis teknologi, tetapi juga konsekuensi hukum, sosial, dan ekonomi dari aktivitas digital, termasuk perjudian daring.

Ia menekankan bahwa literasi digital tidak hanya soal memanfaatkan teknologi, tetapi juga memahami risiko yang menyertainya.

"Karena judi online harus diakui, dia (judi online) memberikan juga dampak sampingan yang negatif, yang destruktif untuk masyarakat. Seperti ada kriminalitas, ada orang juga bisa ketagihan, tidak bertanggung jawab, ada tindak kejahatan karena kenikmatan yang sesaat," ujarnya.

Terkait upaya penegakan hukum, Adinda menilai bahwa dunia digital merupakan tantangan besar bagi aparat hukum, termasuk Otoritas Jasa Keungan (OJK) dan kepolisian.

Ia menyoroti perlunya evaluasi kinerja cyber police dalam menangani kasus kejahatan online, seperti judi daring selain penipuan digital.

"Kalau berbicara soal dunia digital, ini juga menjadi tantangan bagi penegak hukum kita, termasuk di OJK. Kita punya cyber police ini juga perlu dicek, bagaimana kerja cyber police menangani kasus seperti ini? Dan saya berbicara bukan hanya soal judi online saja, tapi juga soal kejahatan di dunia online, termasuk penipuan, belum lagi ada pinjaman online," ujarnya.

Selain itu, Adinda menyoroti pentingnya regulasi yang lebih jelas tentang status hukum judi online di Indonesia. Ketidakjelasan ini, menurutnya, mempersulit langkah preventif dan penindakan terhadap pelaku atau penyelenggara judi online.

Ia juga mengusulkan peningkatan koordinasi antar lembaga terkait, seperti Komdigi, OJK, dan kepolisian. Baginya, dampak negatif dari judi online, seperti kebangkrutan, kriminalitas, dan kerentanan data pribadi, menjadi perhatian khusus.

Judi daring, baginya, sering memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menarik korban, yang kemudian terjebak dalam ketergantungan tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi mereka.

Oleh karena itu, literasi keuangan perlu diprioritaskan agar masyarakat sadar akan bahaya judi online.

Dalam pandangannya, penguatan kapasitas aparat penegak hukum, termasuk peningkatan infrastruktur digital, juga menjadi langkah krusial.

Ia mencontohkan perlunya teknologi canggih untuk mendeteksi aktivitas ilegal dan mekanisme pengaduan yang efektif bagi korban.

Lebih jauh, Adinda menilai kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan komunitas IT dan lembaga pendidikan, dapat membantu menciptakan ekosistem digital yang kondusif.

Ia juga menyebut pentingnya keterlibatan masyarakat sipil dalam mendukung pemberantasan judi daring.

"Perlu pendekatan sistemik, ekosistem digital yang komprehensif, makanya peran dari komunitas terkecil, elemen masyarakat terkecil, termasuk keluarga, orang tua, guru, lembaga pendidik, masyarakat sekitar, itu juga menjadi sangat penting," kata Adinda.

Baca juga: BRI memblokir 3.003 rekening mencurigakan demi berantas judi online
Baca juga: TNI kerahkan satuan siber batasi akses judol meski tidak 100 persen
Baca juga: RSCM catat sebanyak 172 pasien jalani pengobatan akibat judi "online"


Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024